Surabaya – Aksi terorisme berupa teror bom yang dilakukan tiga keluarga di Surabaya telah menyayat kehidupan damai dan harmonis bangsa Indonesia. Perasaan duka dan belasungkawa dialamatkan kepada para korban tidak berdosa, sementara sebagian masyarakat juga merasa sakit dengan ulah para teroris tersebut.
Sebagai ungkapan kemarahan atas aksi itu, masyarakat di sekitar tempat tinggal atau daerah para teroris, menolak jenazah mereka dimakamkan di wilayah mereka. Mereka menilai, tindakan teroris itu sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan sehingga jenazah mereka pun tidak layak untuk dimakamkan oleh mereka.
Seperti warga Kelurahan Tembokgede Surabaya. Mereka menolak jika jenazah para teroris yang tewas karena melakukan aksi teror bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya nantinya akan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Makam Tembokgede Surabaya.
Penolakan menjadi tempat pemakaman jasad teroris itu karena almarhum merupakan pelaku teror yang selain mencoreng citra Arek Suroboyo, citra sebagai Kota Pahlawan, juga sudah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa warga Surabaya yang tak berdosa, bahkan membuat resah, gelisah serta was-was warga Kota Surabaya dan sekitarnya.
“Kami keluarga besar warga Tembokgede menolak pemakaman jenazah pelaku teror itu di pemakaman Tembokgede. Mereka sudah mencederai kebersamaan warga Surabaya yang sejak era perjuangan kemerdekaan dulu bahu-membahu, bersatu membangun NKRI,” ujar M Fauzi (58), salah seorang tokoh warga Tembokgede, Surabaya yang dikonfirmasi, Selasa (15/5), dikutip dari beritasatu.com.
Ia mengaku sudah berembuk dengan ratusan warga Tembokgede dan meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk tidak mengizinkan Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya memberikan rekomendasi izin pemakaman teroris beserta keluarganya di TPU Tembokgede.
Demikian pula dengan keluarga besar teroris Puji Kuswati, istri bomber Dita Oepiarto, dan warga desa setempat di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, menolak keras jika teroris perempuan yang tega mengajak dua anak perempuan (dan dua anak lelakinya) dimakamkan di tempat kelahirannya.
Orangtua Puji Kuswati, pasangan suami-istri H Kusni, pensiunan TNI AL, dan Minarti Infiah, pensiunan guru SD, belum bersedia menerima jenazah almarhumah karena merasa malu punya anak teroris. Puji adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Sejak kecil, Puji tinggal bersama pamannya.
Kapolres Banyuwangi AKBP Donny Adityawarman dalam keterangannya tadi pagi menegaskan bahwa keluarga besar orangtua dan kerabat Puji Kuswati sama sekali tak terlibat jaringan teroris.
“Sampai hari ini keluarga besarnya tidak terkait aksi terorisme. Puji sejak kecil (berusia 20 bulan) tinggal bersama pamannya di Magetan. Kemudian ketika dewasa menikah dengan Dita Oepriarto lalu tinggal menetap di Surabaya,” ujarnya.