Jakarta – Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. Hamidin hadir sebagai salah satu pembicara mewakili kepala BNPT di lemhanas, hari ini, Senin (01/08/16). Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa kelompok teroris yang ada di Indonesia saat ini terbagi dalam dua periodisasi, “pra-ISIS effects dan pasca-ISIS effects,” begitu sebutnya.
Pra ISIS effects adalah kelompok-kelompok teroris yang telah ada sebelum adanya ISIS, kelompok-kelompok ini disebutnya lebih mengakar, militan dan sangat berbahaya. Kelompok-kelompok itu terbagi kedalam dua kubu utama, yakni Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah (JI). Keduanya memiliki visi dan misi yang berbeda; NII fokus untuk mendirikan model negara Islam di Indonesia, sementara JI mengusung khilafah Islamiyah untuk cakupan daerah yang lebih besar.
Meski begitu, Hamidin menjelaskan bahwa baik NII maupun JI sama-sama memandang sistem demokrasi sebagai sistem kafir yang harus dilawan dan pemerintahan yang sah sebagai thoghut, dan menjadikannya sebagai common enemy atau musuh bersama.
Sementara untuk kelompok teroris yang muncul pasca-ISIS effect, pria kelahiran Palembang ini menyatakan bahwa kebanyakan dari mereka terpengaruh lewat media. “Bahkan mereka bisa melakukan bai’at hanya melalui Internet,” jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa radikalisme yang disebar melalui dunia maya lebih berbahaya, terutama karena sifat internet yang open source. Siapa saja bisa mengakses informasi di internet, termasuk informasi yang berisi paham-paham radikal. Karenanya, di era keterbukaan informasi seperti saat ini, radikalisasi bisa dilakukan secara mandiri (self-radicalization). Inilah yang disebutnya sebagai awal dari munculnya para “serigala tunggal” (lone wolver), yakni pelaku teror yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan kelompok-kelompok teror.
Namun ia juga menegaskan bahwa kelompok teror, beserta ajaran kekerasannya pasti bisa dikalahkan. Beberapa hal yang menurutnya efektif dalam melawan paham radikal ini antara lain, melakukan konter radikalisasi. Yakni dengan memberikan informasi yang benar dan mendidik terkait isu-isu tertentu, utamanya isu yang sedang hangat dimainkan oleh kelompok teroris. Ia juga menyebut penegakan hukum sebagai salah satu langkah dalam menghadang laju kelompok teroris. Di samping pula kontra narasi yang perlu terus dilakukan.
Kelompok terorisme memang selalu mengatasnamakan agama dalam tiap aksinya, namun ia menegaskan bahwa itu tidak benar. Terorisme bukan saja tidak sesuai dengan agama, tetapi juga bertentangan dengan seluruh prinsip dasar agama.