Jelang Tahun Politik 2024, Mahasiswa Wajib Jaga Toleransi dan Tak Termakan Isu Agama

Surabaya – Mahasiswa dan generasi muda diminta untuk menjaga toleransi dan tidak termakan isu agama jelang tahun politik 2024. Permintaan itu disampaikan Ketua Umum Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyah (NWDI) Tuan Guru Bajang (TGB)Muhammad Zainul Majdi di sela diskusi ilmiah bertajuk “Menggali Mutiara Para Bijak Bestari untuk Memperkokoh Persatuan Bangsa” di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/12/2022).

“Mahasiswa harus menjaga toleransi sebab agama itu paling sering didzalimi, khususnya menjelang kontestasi politik,” ujar TGB

TGB mengungkapkan bahwa didzalimi dalam arti dimanfaatkan, dipakai namanya untuk satu tujuan yang sifatnya sangat jangka pendek.

Menurutnya, nilai-nilai kemuliaan agama tak sepatutnya dipakai untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan. Artinya, tidak diperbolehkan bagi siapapun mereduksi kemuliaan agama pada kontestasi politik. Kemuliaan agama itu melingkupi seluruh bangsa. Nilai-nilai mulianya harus dibawa, dan tidak untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan.

“Mengklaim bahwa inilah yang paling agamis, inilah representasi dari agama A, agama B. Padahal, tidak boleh kita mereduksi kemuliaan agama hanya pada kontestasi-kontestasi politik,” ujarnya.

TGB juga menyampaikan kesadaran akan keberagamaan adalah sesuatu yang sudah fitri dalam manusia, khususnya di Indonesia. Namun perlu digarisbawahi, sesuatu yang sudah ada bukan berarti tidak perlu dijaga.

“Karena itu, upaya-upaya seperti yang dilaksanakan Roemah Bhinneka ini sengaja membuat perjumpaan antar anak bangsa yang berbeda-beda dari beragam komponen untuk bicara tentang persatuan, kerukunan, kebersamaan. Menurut saya perlu kita perbanyak, itu memang kebutuhan bangsa kita,” tuturnya..

Selanjutnya, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia juga bakal menghadapi agenda-agenda demokrasi. Di situ, rentan terjadi perbedaan pilihan dan pandangan, sehingga persaudaraan yang terjalin bisa saja menjadi rusak.

Mengantisipasi itu, TGB menyebut bahwa perlu adanya memperbanyak perjumpaan. Tak sekedar perjumpaan saja, namun juga diisi dengan banyak perspektif.

“Intinya adalah kita sama-sama menjaga, berusaha menghadirkan persaudaraan yang bukan dibuat-buat dan sementara, tapi karena sadar bahwa kita ini memang harus menjaga persaudaraan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Roemah Bhinneka, Iryanto Susilo mengatakan diskusi ilmiah kebangsaan sebagai bentuk kerja sama antarumat dari beragam agama, suku dan budaya. Dengan toleransi dan kerja sama yang terbangun dengan baik, kerukunan antar masyarakat di Indonesia akan terbentuk.

“Darurat (intoleran) banget tidak. Tapi toleransi dan kerja sama harus dibangun. Harapannya mahasiswa bisa meresapi dan mencontoh juga meneladani tokoh-tokoh nasional dalam diskusi,” ucapnya.