Jakarta – Seluruh elemen masyarakat harus waspada terkait menguatnya gerakan khilafah dan ancaman terorisme jelang Pemilu 2024 mendatang. Pernyataan itu diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen
Gus Nabil, panggilan karibnya, menambahkan kasus bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astana Anyar Bandung menjadi tanda bahwa sel-sel gerakan khilafah dan terorisme masih ada dan terus bergerak. Gerakan itu akan makin berbahaya jika kompetisi pada Pemilu 2024 diwarnai oleh politik identitas dan aliran.
“Kita sudah memonitor terkait potensi ancaman yang akan muncul menjelang 2024. Politik identitas harus diantisipasi bersama. Dan kasus teror di Polsek Astana Anyar Bandung harus diwaspadai, itu sebagai warning agar semua pihak siap,” kata Nabil melalui keterangan tertulis, Minggu (25/12/2022).
Dalam sejumlah penelitian, lanjut dia, gerakan khilafah dan ideologi teror cenderung menguat jika persaingan politik melibatkan konflik identitas dan aliran.
Menurut Gus Nabil, semua pihak harus menahan diri agar Pemilu 2024 tidak menjadi ruang bagi menguatnya gerakan khilafah.
“Potensi tetap ada, apalagi menjelang tahun politik. Yang perlu diukur adalah skala dan size-nya. Antisipasi juga terkait logistik dan aliran anggaran untuk mereka,” papar dia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama itu mengatakan, kita tidak boleh memberikan ruang sedikitpun bagi gerakan khilafah karena mereka sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI.
“Paham ini sangat berbahaya, karena memusuhi sistem yang ada, dan selanjutnya ingin menghancurkan NKRI. Maka, saya sampaikan terkait penanganan kelompok teror, harus ada pendekatan yang berbeda yang lebih komprehensif dan segar, terkait strategi penanganan teror oleh BNPT dan Densus 88,” tutur dia.
Nabil pun mengakui pemerintah sudah bekerja keras dalam menangani paham khilafah, namun faktanya paham ini masih hidup sampai saat ini. Agar paham ini benar-benar hilang dari bumi Nusantara, dibutuhkan pendekatan baru dan program-program yang lebih segar.
“Perlu penyegaran program dari BNPT, Densus 88, juga Badan Intelijen Negara. Kita perlu ada pendekatan baru, program strategis yang lebih besar. Misalnya, kita bisa libatkan pendekar-pendekar Pagar Nusa untuk antisipasi teror. Ada 3 juta pendekar Pagar Nusa yang tersebar di berbagai wilayah,” jelas Nabil.