Jawa Tengah Masih Rawan Teror, Fenomena Lone Wolf Mengintai

Semarang – Meski lima tahun terakhir tak ada aksi teror di Jawa Tengah, potensi ancaman terorisme dinilai masih nyata. Beberapa kelompok teror disebut tetap aktif, sementara propaganda dan perekrutan anggota kini gencar dilakukan lewat internet.

Kepala Unit Identifikasi dan Sosialisasi (Idensos) Satgaswil Jateng Densus 88/Antiteror, Kompol Ghofar, mengungkapkan bahwa ancaman tidak hanya datang dari jaringan lama, tetapi juga dari pelaku tunggal atau lone wolf yang terpapar paham radikal secara daring.

“Potensi teror ada dari jaringan yang masih eksis hingga sekarang, dan juga dari individu yang terpapar melalui internet. Kasus-kasus terakhir di Jateng menunjukkan tren meningkatnya penggunaan internet dalam radikalisasi,” ujar Ghofar di Semarang, Senin (11/8/2025).

Menurutnya, pencegahan dilakukan dengan pemetaan dan pemantauan titik-titik rawan, termasuk tempat kajian, kelompok radikal, pondok pesantren, sekolah, dan madrasah. “Kami melakukan profiling, pendataan, dan monitoring. Pengawasan harus dilakukan bersama semua pihak,” tegasnya.

Densus 88 mendorong masyarakat ikut terlibat, mulai dari menyuarakan kontra narasi radikalisme hingga melapor jika menemukan aktivitas mencurigakan. “Perlu evaluasi berkala oleh semua stakeholder dan optimalisasi peran masyarakat untuk mengantisipasi aksi teror,” tambahnya.

Sepanjang Juli 2025, Idensos Jateng tercatat menggelar 44 kegiatan yang menyasar langsung para mantan narapidana terorisme (napiter). Secara keseluruhan, program pencegahan telah dilakukan sebanyak 278 kali.

Data Densus 88 menunjukkan, jumlah mantan napiter di Jawa Tengah hingga akhir Juli 2025 mencapai 340 orang. Mereka tersebar di Semarang Raya (60 orang: 14 berstatus merah, 46 hijau), Pantura Raya (65 orang: 30 merah, 35 hijau), Banyumas Raya (29 orang: 10 merah, 19 hijau), dan Solo Raya (186 orang: 71 merah, 115 hijau).

Sementara itu, jumlah napiter yang tengah menjalani hukuman di Jateng mencapai 138 orang, dengan 127 di antaranya berada di Nusakambangan, dan 11 orang di lapas lainnya di luar Nusakambangan.