Senin (20/4/2020) ini perasaan saya sangat senang. Sepanjang pekan lalu sejumlah pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di beberapa daerah mengabarkan lewat jalur pribadi apa yang mereka kerjakan bagi masyarakat di tengah mewabahnya Covid-19. Lebih menyenangkan, karena aktifitas itu turut serta didokumentasikan dan dipublikasikan lewat pemberitaan di portal FKPT Center dan website masing-masing FKPT, serta media massa pers lainnya.
FKPT Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Lampung merupakan contoh yang memberikan bantuan dalam rupa sembilan kebutuhan pokok (sembako) kepada masyarakat terdampak Covid-19. Sementara FKPT Jawa Barat menggelar pelatihan dan pemberian modal usaha bagi wanita dari keluarga yang mengalami himpitan ekonomi di tengah pandemi.
Tak hanya bantuan sembako dan modal usaha, FKPT Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Lampung juga melaporkan terlibat aktif dalam pembagian masker serta upaya penyemprotan desinfectan. Sementara FKPT Sulawesi Selatan memanfaatkan keilmuan yang dimiliki pengurusnya untuk bahu membahu bersama pemerintah daerah setempat meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya virus Corona.
Sebagai organisasi yang dibentuk atas representasi masyarakat di daerah, itulah aktifitas yang sejatinya harus terus dilakukan oleh FKPT. Keberadaan mereka harus bisa menghadirkan manfaat bagi masyarakat yang diwakilinya.
Potensi Lahirnya Aksi Teror
Pada diskusi yang digelar secara virtual oleh Kajian Terorisme Universitas Indonesia pada awal April lalu, Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen. Pol. Hamli, mengungkapkan potensi lahirnya aksi teror di tengah pandemi sangat besar. Dari situasi global, kekuatan kelompok teror yang dimotori oleh ISIS –meskipun mereka sudah dinyatakan kalah, masih menunjukkan adanya ancaman-ancaman gangguan stabilitas keamanan. Bahkan media propaganda mereka, al-Naba, secara terang-terangan memuat seruan agar jaringan ISIS di luar epicentrum kekuatan mereka di Irak dan Syria, melakukan serangan di negaranya masing-masing dengan memanfaatkan renggangnya pengawasan aparat keamanan yang konsentrasinya terbelah untuk pengamanan di tengah mewabahnya Covid-19.
Masih pada diskusi yang sama, psikolog Zora Sukabdi memberikan ulasan potensi terjadinya aksi teror di tengah serangan Corona sangat besar dari beberapa sudut pandang, salah satunya ekonomi. Tidak dipungkiri, anjuran isolasi mandiri dari pemerintah sebagai cara memutus mata rantai penyebarluasan Corona memang telah menghadirkan resesi. Sejumlah sektor ekonomi lumpuh yang berdampak pada turun dan bahkan hilangnya sumber pendapatan masyarakat. Jika tidak dikelola secara baik, kondisi ini bisa menjadi pemicu pada pilihan melakukan aksi bom bunuh diri.
Seperti kita tahu pemerintah sudah menyalurkan bantuan dalam beberapa skema bagi masyarakat terdampak Covid-19. Pertanyaannya, apakah bantuan dari pemerintah sudah cukup menutup lubang menganga akibat resesi? Saya tidak pada kapasitas menjawab cukup tidaknya, tapi ingin mendorong kita semua dapat berperan untuk saling membantu sesama masyarakat, utamanya di sekitar tempat tinggal. Sebagai manusia beragama, kita diajarkan untuk bisa saling membantu sesama, dan bahkan dianggap berdosa jika di sekeliling kita terdapat orang atau kelompok yang kelaparan di tengah kelebihan yang kita miliki.
Sekecil apapun, baik disalurkan secara perseorangan atau berkelompok seperti yang dilakukan oleh sejumlah FKPT tadi, akan menjadi hal yang sangat berarti bagi siapa saja yang menerima bantuan di tengah himpitan ekonomi saat ini. Yang terpenting, jangan sampai ada alasan orang melakukan aksi teror karena merasa kesusahan yang dirasakannya tidak ada yang menolong, termasuk oleh orang-orang di sekitarnya.
Pengawasan terhadap Paham Radikalisme
Kembali pada diskusi virtual yang dilaksanakan oleh Kajian Terorisme Universitas Indonesia, pemerhati terorisme Ridwan Habib, mengatakan sel-sel pelaku teror tak kenal musim wabah. Mereka masih saja bergerilya memanfaatkan pandemi, mengintai setiap peluang untuk bisa merekrut pelaku baru dan melakukan aksi jika memungkinkan. Muncul temuan, diberlakukan Work from Home (WFH) turut serta dimanfaatkan.
Mereka menunggangi tingginya angka penggunaan internet oleh masyarakat dengan menyebarluaskan konten-konten berbau radikalisme dan terorisme. Salah satu contoh yang bisa saya sebutkan adalah gelaran diskusi secara virtual bertajuk “Indonesia Berkah dengan Tegaknya Syariah”, yang digagas oleh para pengusung khilafah, menghadirkan mantan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto sebagai pembicara.
Kita percaya aparat keamanan tidak tinggal diam dengan adanya potensi aksi teror di tengah pandemi. Pengawasan hingga tindakan terus dilakukan. Akan tetapi kita tidak bisa hanya berharap pada upaya aparat, terlebih di tengah terbaginya pikiran dan tenaga untuk penanganan Corona. Di sinilah esensi kehadiran FKPT dibutuhkan. Kembali pada tugas pokok dan fungsi yang diemban atas pembentukannya, FKPT tetap harus berperan mambantu pemerintah mencegah tersebarnya radikalisme untuk meredam potensi aksi teror.
Aktifitas sosial untuk membantu masyarakat keluar dari permasalahan ekonomi dapat disertai dengan langkah-lanngkah sosialisasi bahaya radikalisme.