Jakarta – Media sosial (medsos) berperan besar dalam membuat ‘kegaduhan’ terutama di musim politik seperti sekarang ini. Ironisnya, dampak negatif medsos ini tidak hanya membuat keresahan dalam masyarakat, tapi juga mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Medsos sangat sensitif, terutama saat kebebasan berpendapat itu dilontarkan seperti propaganda, hoax, ujaran kebencian, bahkan kampanye hitam. Dan itu saat ini terjadi di Indonesia,” ujar Pengamat Politik dan Pakar Komunikasi Hendri Satrio di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Hendri menilai, medsos seharusnya bisa digunakan hal-hal positif yang bisa merekatkan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Untuk itulah, ia mengajak semua pihak untuk menanggulangi sisi negatif medsos ini dengan melakukan cek, ricek, berpikir cerdas, dan bertanggungjawab dalam mengelola akun medsos masing-masing.
Intinya, lanjut Founder Lembaga Survei KedaiKopi, medsos bukan hanya sebagai tempat sharing, tapi juga tempat edukasi bagi masyarakat. Karena itu, medsos harus dikelola secara benar dan santun.
“Medsos ini bebas. Artinya setiap pemilik akun boleh menyampaikan hal-hal yang menurut dia penting. Makanya narasi-narasi bebas berseliweran kemana saja. Makanya ini memang agak klise, tapi apapun itu tanggungjawab akun medsos menjadi tanggung jawab pemilik akun masing-masing. Jadi bila selama ini belum ada tanggungjawab pemilik akun, maka penyalahgunaannya bisa disalahgunakan,” papar dosen komunikasi politik Universitas Paramadina ini.
Menurutnya, narasi kebencian yang tersebar di medsos tidak hanya berimbas pada si pembuat, tapi secara luas di masyarakat. Ia menilai medsos di Indonesia berkembang pesat karena adanya kebutuhan eksistensi individu pemilik akun medsos itu.
“Tapi eksistensi ini harus digunakan dalam langkah-langkah positif, jangan sampai eksistensi dimunculkan melalui pemberitaan negatif, apalagi ujaran kebencian,” tukasnya.
Ia pun mempertanyakan ulah para penyebar konten negatif di medsos melalui ujaran kebencian dan hoax yang ditimbulkan, yang seakan-akan ada kehancuran di masyarakat. Hendri juga mengingatkan bahwa sejarah telah mengajarkan bahwa di Nusantara dulu banyak negara (kerajaan) besar, yang sekarang sudah tinggal kenangan akibat terpecah belah oleh politik adu domba. Bila bangsa Indonesia yang baru berumur 70 tahun, tidak bisa membendung penyebaran paham negatif di medsos ini, bukan tidak mungkin sejarah Majapahit dan Sriwijaya bakal terulang.
“Ini harus sama-sama kita jaga. Jangan sampai medsos ini menjadi alat meretakkan hubungan baik kita. Jangan sampai medsos kemudian menyebabkan Indonesia pecah. Maka bila menemukan akun yang memunculkan akun ujaran kebencian, hoax, kampanye hitam, ada baiknya tinggalkan akun itu. Tidak perlu dibaca, apalagi di-share,” ajak Hendri.
Ia menegaskan, semua warga Indonesia memiliki tanggungjawab yang sama untuk menjaga Indonesia. Siapapun itu, baik yang memiliki akun medsos, atau yang tidak. Baik yang hanya membaca medsos, atau yang menuliskan konten di medsos.
“Tanggungjawab kita sebagai WNI adalah menjaga keutuhan RI, jangan sampai fasilitas yang ada dengan medsos yang memberikan kita kesempatan untuk eksis kemudian disalahgunakan sehingga menyebabkan negara ini bisa tercerai berai,” tegas Hendri.
Begitu juga di masa Pemilihan Presiden (Pilpres) seperti sekarang ini, Hendri menilai, semua orang boleh memiliki pilihan yang berbeda dengan orang lain. Tapi pilihan yang berbeda itu hanya sebatas pilihan politik sementara.
“Yang harus kita jaga keberlangsungan Indonesia karena seberapapun keberbedaan kita, kita tetap orang Indonesia. Jangan sampai rumah kita tercerai berai, nanti kita tinggal dimana. Ingat apa yang telah dirumuskan para pendiri bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Kita ini beraneka ragam, kita ini Bhinneka, tapi esensinya tetap Tunggal Ika. Ingat itu, jadi kalau ada ujaran kebencian, hoax, yang bertujuan memecah belah, ingat esensi dari Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,” pungkas Hendri Satrio.