Jakarta – Pandemi virus Corona atau COVID-19 telah meluluhlantakkan sendi kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di Indonesia. Berbagai tradisi kebangsaan, tradisi bernegara, dan tradisi beragama pun harus diubah total untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Kondisi ini membuat Indonesia dan seluruh negara di dunia yang terdampak Corona ‘menangis’. Tidak hanya ribuan nyawa melayang, COVID-19 telah membawa dampak keterpurukan ekonomi yang sangat luar biasa.
Namun, kondisi tidak harus membuat bangsa Indonesia berkecil hati. Justru, pandemi Corona harus dihadapi dengan jiwa besar dan rasa sabar menghadapi pandemi ini sebagai ujian dari Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi saat ini bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, tengah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan dan juga menyambut Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Apalagi sebentar lagi hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri pun akan segera tiba.
“Jadikan momentum puasa, Harkitnas dan Idul Fitri ini untuk bangkit dan bersatu meraih kemenangan melawan pandemi Corona. Ikuti anjuran pemerintah, Insya Allah kita segera akan melewati cobaan ini,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB, KH. Maman Imanulhaq di Jakarta, Senin (18/5/2020).
Maman mengungkapkan, secara keseluruhan pandemi Corona ini memberi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia. Pertama untuk menumbuhkan kembali karakter gotong royong dengan solidaritas kebangsaan yang kuat. Kedua, lanjut Maman, menguatkan pola keberagamaan yang subtansional penuh dengan kasih sayang, toleransi, dan semangat berbagi.
‘Kebencian, radikalisme dan terorisme ternyata bisa kita lawan bersama dengan menyadari bahwa persoalan kemanusiaan kita bukan politik identitas yang menonjolkan perbedaan, tapi kemiskinan, kebodohan dan juga pandemi COVID-19,” jelas Maman.
Poin selanjutkan, imbuhnya, mendorong pemerintah untuk melayani masyarakat dengan profesional, berbasis data dan koordinatif. Ketiga poin itulah dinilai menjadi momen bagi bangsa Indonesia di bulan Ramadan dan di Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei besok.
Pimpinan Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka ini menambahkan, bahwa pandemi COVID-19 mengharuskan masyarakat untuk menunda banyak kesenangan seperti berkumpul dan bepergian. Semua dianjurkan untuk stay at home atau tetap tinggal di rumah. Dan ini sesuai dengan hakikat puasa itu sendiri.
“Dalam bahasa Arab, puasa dikenal dengan istilah shaum atau shiyam. Keduanya memiliki makna “Al-Imsak” yaitu menahan diri atau menunda kesenangan,” kata Maman.
Hal tersebut, katanya, sangat relevan dengan tujuan berpuasa yaitu menunda kesenangan dan mengkhusyukan diri di rumah dengan beribadah, bekerja dan meningkatkan kualitas komunikasi antar anggota keluarga demi terwujudnya ketahanan keluarga.
Terkait penanganan COVID-19, Maman menilai pemerintah telah optimal dalam memerangi pandemi ini. Namun, ia tetap memberikan catatan penting yang harus diperbaiki pemerintah yaitu soal validasi data dan koordinasi antar lembaga dan kementrian. Dua kelemahan sangat terlihat saat menghadapi COVID-19.
“Kita butuh kerja keras, kerja sama dan kerja cerdas. Ini hikmah penting, memerangi virus Corona birokrasi pemerintah harus bergerak dengan sistematis, profesional dan sinergis, tidak boleh ada kebijakan yang tumpang tindih,” urainya.
Ia menilai, sejauh ini masyarakat masih lemah dari sisi komitmen bersama menghadapi COVID-19 ini. Untuk itu, edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan. Selain itu, jiwa gotong royong bangsa Indonesia sedang diuji karena itu tidak boleh ada kelompok masyarakat yang egois dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Pun umat Islam. Menurut Maman, umat Islam masih terbelah dalam menghadapi COVID-19. Yang pasti, suasana Ramadan benar-benar berubah, lebih sunyi dan sedikit mencekam.
“Tapi ini mengajarkan kita tentang hakikat Ramadan untuk lebih berintrospeksi diri (muhasabah) dan tidak terjebak kepada prilaku keberagaman yang simbolik dan palsu,” tukasnya.
Meski demikian, ia melihat semangat solidaritas umat Islam dan seluruh masyarakat dalam berbagi tetap terlihat. Dengan pandemi ini, pembagian zakat juga lebih subtansional. Diharapkan pembagian zakat tidak ada yang berkerumun dan berdesak-desakan hingga jatuh korban.
Selain itu, tradisi silaturahmi dan mudik di Hari Raya Idul Fitri sedikit berubah dan pasti lebih sepi, tetapi itu akan tetap makna yang besar bagi umat Islam.
“Idul Fitri tahun ini sangat spesial. Selain kita rayakan sebagai hari kemenangan setelah berpuasa menahan hawa nafsu, mari kita jadikan momentum Idul Fitri untuk meraih kemenangan melawan COVID-19,” tandas Kiai Maman.