Jadikan Imlek sebagai Momentum Perayaan dan Suka Cita Kebangsaan

Jakarta – Perayaan Tahun Baru Imlek juga dikenal dengan nama lain yaitu Lunar New Year atau Spring Festival  baru saja dilalui. Perhelatan yang biasa dilakukan oleh etnis Tionghoa ini merupakan suatu kegiatan atau budaya rutin yang biasa dilakukan untuk menyambut pergantian tahun dalam penanggalan kalender lunar.

Imlek sendiri dirayakan oleh seluruh etnis Tionghoa di penjuru dunia dan tidak terbatas oleh agama tertentu saja. Hal ini pula disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (DPP PITI) H. Denny Sanusi selaku tokoh agama dan tokoh masyarakat etnis Tionghoa.

“Jadi menurut saya, Imlek itu adalah suatu perayaan tahun baru yang dikhususkan untuk etnis Tionghoa dan biasanya dilaksanakan secara lintas agama. Maksudnya apa? Etnis Tionghoa di seluruh dunia itu merayakan Imlek. Imlek itu bukan suatu perayaan atau ritual agama tertentu, dia (Imlek) adalah perayaan biasa, merayakan keberhasilan dan kesyukuran, seperti perayaan tahun baru,” ujar Denny Sanusi di Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Lebih lanjut Denny melanjutkan, bahwa semangat Imlek sejatinya bisa dilihat dari isinya, dimana orang-orang bersilaturahmi dan berkumpul dengan semua keluarga besar setahun sekali. Kebiasaan silaturahmi sendiri juga diajarkan oleh semua agama, termasuk agama Islam.

Semangat itulah yang menurutnya dilaksanakan di perayaan Imlek itu. Disamping itu pihaknya juga melakukan interaksi sosial dengan bertemu sanak saudara.

“Kita juga saling memberikan hadiah, bagi yang mampu akan memberikan kepada yang kurang mampu. Bagi yang sudah berkeluarga akan memberikan hadiah kepada yang belum berkeluarga. Bagi yang tua akan memberikan hadiah kepada yang muda. Tradisi-tradisi inilah yang kita lihat sangat positif, yang kita harus jaga dan lestarikan,” ujar Denny.

Seperti diketahui bahwa Imlek sendiri pernah dilarang untuk dirayakan secara terbuka pada zaman Orde Baru. Hal ini merupakan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Sehingga menurutnya, dengan ditetapkannya Imlek sebagai hari libur nasional merupakan suatu kemajuan bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.

“Memang kita tidak bisa menutup mata. Kalau kita menengok sedikit kebelakang, sebelum zaman reformasi, saat itu masih kental sekali sentimen dan kebencian terhadap etnis tertentu, lebih khusus etnis Tionghoa. Hal ini tidak baik dan cukup sudah. Kita juga harus menjaga jangan sampai tragedi ini terulang kembali, dan kita sudah melakukan hal-hal yang sangat positif untuk saat ini,” kata Denny.

Sentimen negatif dan kebencian etnis harus diakui juga dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dilontarkan sebagian oknum tokoh agama dan tokoh masyarakat di Indonesia. Faktanya, tingkatan masyarakat paling bawah atau yang biasa juga disebut dengan istilah grass root pada praktiknya memiliki loyalitas yang tinggi dengan para tokoh yang diikutinya.

“Maka dari itu, kita juga sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama perlu menunjukkan bahwa kita itu dijadikan contoh. Jadi tokoh agama, tokoh masyarakat itu bisa memberikan contoh bahwa kita pada lintas agama, etnis itu bisa hidup rukun. Itu tujuannya seringkali kita (para tokoh) berkumpul pada acara-acara tertentu, menunjukkan betapa rukunnya kita sebagai tokoh-tokoh agama. Imbasnya, insya Allah akan berimbas pada kehidupan kita sehari-hari di tingkatan masyarakat,” tambah Denny.

Sehingga menurut pria yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini, semangat Imlek harus diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Misalnya dalam hal menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam bermasyarakat, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin nyaman dan damai. Hal ini perlu diterapkan di seluruh tatanan masyarakat, mulai dari yang paling bawah hingga atas. Semangat ini menurutnya, juga perlu didukung oleh contoh dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

“Komitmen kita itu satu, bagaimana menjaga NKRI tetap utuh sebagai negara kesatuan, harmonis, dan menuju ke arah cita-cita bangsa menjadi negara yang adil dan makmur sesuai dengan undang-undang kita. Dengan bahasa agama, negara yang ghofururrahim, negara yang barokah (diberkahi). Itu tujuan dan cita-cita kita sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama. Jadi kita berharap di tahun kelinci ini, ke depan itu kita hidup di masyarakat bernegara dan berbangsa dapat lebih baik lagi,” kata Denny mengakhiri.