Jakarta – Agama Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan rahmat, bukan agama yang mengajarkan kekerasan, apalagi menyakiti dan membunuh. Artinya, aksi terorisme yang selama ini mengklaim dilakukan umat Islam, pasti salah besar karena tidak sesuai dengan tujuan dan cita-cita Islam itu sendiri.
“Orang kalau mengaku beragama Islam wajib menebarkan kasih sayang kepada siapa pun, apalagi keluarga. Islam juga tidak pernah memaksa-maksa orang untuk mengikutinya. Itu beda sekali dengan para pelaku terorisme yang selalu memaksa orang lain untuk mengikuti paham mereka. Ironisnya, mereka mengaku Islam, tapi paham Islam hanya sepotong-sepotong dan tidak melihat bahwa Islam itu agama yang rahmatan lil alamin,” papar Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama UIN Islam Syarif Hidayaullah DR. Zubair, M.Ag di Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Zubair mengakui, dalam Islam terdapat banyak madzhab tapi antar madzhab itu seragam tentang tujuan dan cita-cita Islam. Dengan demikian, umat Islam tidak sekadar harus saling menghormati, menjunjung tinggi toleransi untuk menciptakan perdamaian, tetapi berkewajiban mewujudkan cita-cita Islam itu yaitu sebagai agama yang rahmatan lil alamin.
Pernyataan Zubair tidak lepas dari fakta adanya upaya-upaya dari kelompok radikal terorisme yang ingin merusak NKRI dengan ‘meracuni’ generasi bangsa dengan paham sesat yang berdalih agama Islam. Mereka masuk dari berbagai lini dan faktor kehidupan, baik itu pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, politik. Bahkan sekarang propaganda radikal terorisme itu semakin menggila melalui jalur dunia maya atau media sosial.
Menurut Zubair, ada beberapa faktor yang membuat orang ‘teracuni’ paham kekerasan, apalagi kemudian berujung terorisme. “Tidak hanya pemahaman agama yang sepotong-potong, radikalisme dan terorisme terjadi terjadi karena faktor ekonomi, sosial, psikologi, dan lain-lain,” imbuhnya.
Zubair menilai orang-orang ‘melenceng’ itu seperti merasa didzolimi oleh negara, sehingga mereka memberontak. Mereka merasa sebagai hamba Tuhan sehingga perintah Tuhan harus dilaksanakan. Ironisya, mereka lupa bahwa negara adalah fasilitas atau strata sosial untuk mewujudkan cita-cita agama dan perintah Tuhan tersebut.
Untuk mengantisipasi ini, Zubair pendidikan adalah media terbaik untuk meluruskan pemahaman-pemahaman keliru itu. Ia menyarankan agar pemerintah membuat standarisasi materi pelajaran agama Islam didasarkan ajaran Islam yang benar dan tidak dibatasi oleh panafsiran tertentu yang justru lebih tertutup dan tidak toleransi karena tidak mau menerima paham dari yang lain.
“Selama ini monitor negara ke lembaga pendidikan lebih fokus ke masalah administrasi saja, tapi kurang melihat substansi materi yang diajarkan. Jadi harus ada akreditasi dalam pengajaran agama Islam. Saya rasa pencegahan lebih penting dalam mencegah masuknya paham radikal terorisme, daripada kita kecolongan,” tukasnya.