Sebha – Kelompok teroris Islamic State (ISIS) melakukan serangan dengan target pasukan loyalis komandan pemberontak Jenderal Khalifa Haftar. Serangan yang dilakukan saat fajar ke kamp pelatihan militer di Kota Sebha Selatan, Libya, Sabtu (4/5), itu menewaskan sedikitnya sembilan orang tentara.
Demikian dikatakan Wali Kota Hamed al-Khayali kepada AFP dan dikutip Al Jazeera, Minggu (5/5).
“Serangan itu menewaskan sembilan orang, beberapa di antaranya tewas dengan luka sayat di tenggorokan dan yang lainnya ditembak mati,” ujarnya.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu melalui sebuah pernyataan yang disebarkan melalui media sosial. Dikatakan bahwa ISIS menargetkan “milisi sesat Haftar” dan membebaskan para tahanan yang ditahan di pangkalan itu.
Baca juga : Teroris ISWAP Umumkan Bunuh 10 Tentara Nigeria
Sebha – seperti halnya sebagian besar wilayah selatan dan ladang minyaknya – dikendalikan oleh Tentara Nasional Libya (LNA) yang setia kepada Jenderal Haftar, dan berada 650 km di selatan ibu kota Libya, Tripoli.
Saat ini Tripoli sedang diperebutkan antara pasukan Jenderal Haftar dengan militer loyalis pemerintah Libya yang diakui PBB –Government of National Accord (GNA).
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Libya yang diakui PBB (GNA) yang berbasis di Tripoli mengatakan, Haftar memikul “tanggung jawab langsung untuk munculnya kembali ISIS dari kegiatan terorisnya.”
“Sejak serangan terhadap Tripoli, kami telah memperingatkan bahwa satu-satunya pihak yang diuntungkan adalah kelompok-kelompok teroris dan bahwa apa yang terjadi akan menawarkan mereka lahan subur untuk memulai kembali kegiatan mereka.”
Sementara itu misi PBB di Libya, UNSMIL, mengatakan di Twitter bahwa pihaknya “sangat mengutuk serangan teroris di Sebha, yang diklaim oleh (ISIS) dan mengakibatkan sejumlah korban Libya”.
“Pelaku, pengatur, pemodal, dan sponsor kegiatan teroris harus diadili,” tambah UNSMIL.
Dalam beberapa bulan terakhir, kombatab ISIS telah melakukan beberapa serangan sporadis di Libya selatan. Kelompok bersenjata mundur ke selatan setelah kehilangan bentengnya di pusat kota Sirte pada Desember 2016.