Teroris sudah menyasar anak-anak dan remaja. Anak-anak kita sudah sangat mengenal Hamzah bin Laden, putra osama bin Laden yang dijuluki singa al-Qaeda dan Ibrahim Albana yang terkenal sadis itu. Beberapa waktu lalu, tepatnya 9 Januari 2017, tentu kita juga sempat melihat di youtube 3 orang bocah usian 10-an tahun yang mengeksikusi tawanan dewasa kurdi dari PKK ( Pertiya Karkeken Kurdistante) dari Deir ez- Zor.
Masih dalam catatan kita, ada puluhan anak Indonesia membakar passport mereka di Suriah. Tidak tercatat secara pasti, tetapi banyak yang belum tahu bahwa ada berapa remaja Indonesia yang telah gugur di Suriah karena bergabung dengan ISIS, sebut saja Wildan Mukolad, Ridwan , Muh Ridwan Abdurahman, Dedi, Saeful Bahri, Umar Jundulhaq, Bintara Remaja Polri, Syahputra dan masih banyak yang lain. Mereka semua adalah anak muda yang masih sangat produktif.
Selain persoalan anak dan remaja, infiltrasi kelompok teroris juga menyasar kelompok sosial dari kalangan perempuan. Dulu pada era Jamaah Islamiah, perempuan masih belum terlibat secara langsung dalam aktifitas terorisme. Kini, perempuan yang tidak terlibat, mulai menunjukkan diri terlibat aktif melakukan jihad dalam versi mereka. Tercatat kurang lebih 12 wanita pernah terlibat dalam lingkaran terorisme di Indonesia. Fakta yang menarik, ada seorang wanita di Sabah, Malaysia umur 27 tahun yang ditangkap karena menjadi fasilitor, penghubung warga negara Filipina (31), warga negara Bangladesh 27 (27) dengan pimpinan jaringan ISIS Malaysia, seorang dosen University of Malaysia, Dr Mahmoed Ahmad.
Apa yang ingin disampaikan bahwa ternyata ancaman kelompok radikal terorisme terutama ISIS telah semakin dekat dengan lingkungan kita. Propaganda kelompok teroris telah menyasar anak, remaja bahkan perempuan. Kedekatan ancaman ISIS secara sosiologis ini juga berbanding lurus dengan kedekatan secara geografis. Betulkah ISIS semakin dekat secara geografis dengan Indonesia?
Kedekatan ancaman ISIS kali ini bersumber dari Filipina. Semula, peran Filipina dalam peta jaringan ISIS memang tidak terlalu diperhitungkan, karena secara global jaringan teroris Filipinan tidak pernah memimpin terorisme global. Hal ini tentu berbeda dengan posisi Indonesia misalnya melalui kelompok teroris global JI yang pernah memimpin dalam skala regional dengan konsep Mantiqi 1 sampai dengan 4.
Dewasa ini posisi Filipina menjadi penting manakala seorang teroris dengan kewarganegaraan Indonesia yang ditahan di Lapas selesai menjalani hukuman. Ia adalah Muhammad Saefudin alias Fais yang menamakan dirinya Abu Walid, umur 34 yang masih menyimpan dendam atas kematiannya kembarannya dalam peristiwa di Ambon tahun 2000-an. Ia pernah aktif sebagai anggota kompak Solo. Setelah dideportasi dari Filipina, ia langsung mengawini adik Urwah yang juga terlibat dalam aktifitas terorisme. Abu Walid memutuskan diri pergi ke Suriah bergabung bersama Bahrum Naim dan Bahrumsyah dengan posisi menggantikan Abu Jandal yang tewas di Suriah.
Abu Walid merupakan jebolan Filipina dan pernah dihukum di Filipina serta menjadi radikal karena ada dendam dan menerima proses radikalisasi dari jaringan Filipina. Sampai akhirnya ia memutuskan bergabung dengan Katibah Nusantara di Suriah. Dalam peta jaringan ISIS, melalui koran an- Naba ISIS telah menunjuk Filipina sebagai Walayat dengan pimpinan Abu Sayaf atas nama Isnilon Totoni Hapilon dengan menyandang nama pemberian ISIS Sheikh Mujahid Abu Abdullah Al Filipini.
Kenapa cabang ISIS Filipina ini perlu diwaspadai. Walayat telah berhasil menghimpun empat kekuatan besar yang dipersiapkan sebagai batalyon tempur. Empat pasukan tempur yang berada di bawah kendali Walayat tersebut adalah: 1) Anshar al Syariah, 2) Ma’rakah Al Ansar, a 3) Al Kharakatul Al Islamiya dan 4) Ansharul Khilafa Filipina yang juga dipimpin orang kuat Talha Tanajani, ahli kombatan dan Suhud Tanajani, pelatih senior sniper Abu Sayaf Group yang menggantikan Muhammad Ja’far Maquid alias Tokbou yang telah tewas di Mindanao.
Dari berdirinya cabang ISIS di Asia Tenggara ini, ancaman yang selama ini hanya berada di Suriah sekarang semakin dekat dan bertambah satu konsentrasi dengan adanya Walayat Filipina. Ancaman yang harus diwaspadai adalah banyaknya WNI dari kelompok radikal memilih menyebarang ke Filipina Selatan. Dari pada bergabung ke Suriah mereka akan lebih memilih markas terdekat sebagai tempat pelatihan dan perencanaan operasi.
Dibentuknya Walayat Filipina dengan sendirinya membangkitkan sel-sel kecil di Indonesia. Walayat ini ibarat angin segar yang akan membangkitkan kembali semangat juang kelompok yang saat ini masih bergerak di bawah arus. Bukan tidak mungkin dalam waktu dekat ISIS akan mendeklarasikan Mindanao sebagai negara baru mereka di Asia Tengagra dan akan menarik simpatisan dari kawasan di Asia Tenggara, bahkan yang potensial dari Uighur.
Memperketat pengawasan di perbatasan merupakan salah satu strategi mengamputasi arus keluar masuknya jaringan Filipina ke Indonesia. Selama ini, Sulawesi Utara merupakan salah satu area rentan inflitrasi kelompok teroris dari Filipina-Indonesia dan sebaliknya. Pengalaman dari eks kombatan Afganistan dan Filipina pada masa lalu banyak memanfaatkan perbatasan sebagai kawasan lemah dari pengawasan.