Foto by www.independent.co.uk

ISIS Musnahkan Anak-Anak dengan Toxic Stress

Mosul – Kenekatan kelompok teroris internasional ISIS untuk menggunakan senjata kimia dalam perang perebutan kota Mosul sejak pekan kemarin mulai memakan banyak korban. Laporan yang dirilis oleh Save The Children menyatakan bahwa korban dengan tingkat penderitaan tertinggi dari konflik berkepanjangan ini adalah anak-anak. Mereka mengalami apa yang disebut sebagai “toxic strees”, yakni penderitaan yang disebabkan oleh serangkaian pengalaman buruk yang harus dialami anak-anak, seperti menyaksikan atau bahkan menjadi korban dari perilaku kekerasan.

Anak-anak yang mengalami toxic stress disebut akan kehilangan kebahagiaan lantaran trauma yang akan mereka derita seumur hidup. Laporan dari sumber yang sama menyebut anak-anak yang tinggal di kawasan-kawasan kekuasaan ISIS mengalami toxic stress yang sangat parah. Ahmed misalnya, pria kecil berusia 7 tahun ini kini ketakutan terhadap segala hal yang mengingatkannya pada kampung halaman, keluarga, dan apa saja yang terkait dengan ISIS.

“Saya tidak suka pesawat, atau peluru, atau bom, atau ranjau. Beberapa di antaranya ditanam di bawah tanah. Jadi, ketika anda berjalan di tanah, ranjau-ranjau itu bisa meledak sewaktu-waktu dan anda akan mati,” ungkap Ahmed seperti dikutip dari independent.co.uk, Rabu, (08/03/17).

“Beberapa orang juga mungkin akan melempar bom ke anda, dan ini bisa membuat anda terbunuh. Atau pecahan pelurunya bisa membunuh banyak orang sekali meledak,” lanjutnya.

“Saya takut melihat darah, dan saya takut melihat mayat atau orang yang kepalanya dipenggal.”

Ahmed harus kehilangan ayahnya yang tewas di tangan teroris ISIS. Ia lalu dibawa kabur oleh saudaranya keluar dari tempat tinggalnya yang penuh dengan aksi kekejaman oleh ISIS. Namun, alih-alih menemukan tempat yang lebih baik, mereka justru terjebak di ibu kota ISIS di Raqqa. Di sana, Ahmed kecil harus menyaksikan aksi-aksi yang lebih kejam lagi.

Ia menyaksikan sekelompok orang yang disembelih oleh ISIS, kepala-kepala yang telah terpisah dengan badannya ditusuk paku, dan mayat-mayat yang digantung di sepanjang jalanan di kota Raqqa.

Ahmed kini memang telah berhasil sampai di Turki, jauh dari ISIS, namun pengalaman buruknya itu membuatnya menghadapi trauma berat yang akan mengganggu masa pertumbuhannya. Ahmed dilaporkan gagap, kesulitan untuk tidur, pencernaan terganggu, dan mulai kerap mencaci maki ibu dan saudara perempuannya.

Ahmed hanyalah satu dari ribuan anak yang mengalami penderitaan serupa akibat kekejaman dari kelompok teroris yang mendaku paling Islami. Anak-anak ini harus kehilangan orang-orang yang mereka cintai, rumah, dan masa-masa bermain. Menurut para ahli, toxic stress yang mereka alami akan berakibat buruk baik untuk kesehatan mental maupun fisik.

Wawancara yang dilakukan oleh organisasi Save The Children kepada lebih dari 450 anak menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka hidup di bawah bayang-bayang ketakutan. Anak-anak ini mengalami ketakutan terhadap banyak hal yang menumpuk di pikiran mereka masing-masing.

Separuh lebih dari anak-anak yang diwawancarai mengaku tidak merasa aman bermain di sekolah atau di luar rumah. 80% dari mereka juga mengatakan mengalami duka yang mendalam. Hal ini membuat kebanyakan dari mereka kesulitan untuk berbicara, selalu mengompol saat tidur, cenderung menyendiri, menjadi agresif, cenderung melukai diri sendiri, dan beberapa bahwa terdorong untuk melakukan bunuh diri.