“Lemah di kandang, ganas di pekarangan”
Itulah istilah yang akan penulis pakai dalam ulasan ini. Seperti sudah diketahui oleh masyarakat global bahwa sejatinya keberadaan kelompok ISIS di Irak dan Suriah kian hari kian melemah, utamanya dalam dua tahun terakhir ini, yakni tahun 2016 dan 2017. Sejak beberapa pucuk pimpinan tewas, termasuk juru bicara Abu Muhamad Al Adnani tewas dan diganti dengan Abu Muhamad Al Muhajeer, hampir jarang terdengar berita kemenangan ISIS, atau berita ISIS berhasil mengalahkan pemerintah dan pasukan koalisi.
Yang ada, alih-alih menang, pimpinan ISIS menyerahkan pasukannya pada lapis kedua. Sempat diberitakan bahwa sejak pembebasan Mosul barat oleh koalisi pada bulan maret 2017 lalu tepatnya di kota Al Qaim, Al Baghdadi mengalami luka (yang sebetulnya tidak terlalu parah), yang membuat dia memutuskan untuk melarikan diri. Garis pertahanan yang seharusnya dipimpin langsung oleh Al Baghdadi terpaksa diserahterimakan ke pimpinan level kedua.
Ia yang seharisnya berjuang hingga mati –seperti yang biasa ia perintahkan—justru lari ketakutan menyelamatkan diri bersama beberapa petinggi ISIS lainnya. Mereka diketahui lari dan bersembunyi di pesisir menuju sebuah gurun untuk ‘membaur’ dengan sipil yang tidak bersenjata. Ada beberapa kemungkinan terkait pemberitaan kemana Al Baghdadi melarikan diri. Ada yang memprediksi dia bersembunyi di gurun Niniwe sebelah barat Suriah dan Raqqa. Ada pula yang menyebutkan bahwa sang ‘jago kandang’ ditemukan masyarakat di dekat gurun Anbar menuju ke Al Qaim arah gurun Nukhayb yang berbatasan dengan Yordania. Ada pula yang menginformasikan bahwa Al Baghdadi berada di Gurun sebelah barat Mosul antara provinsi Salaheddine dan Diyala.
Beberapa pengamat terorisme lantas dengan pongah menyebut bahwa ini pertanda ISIS akan segera hancur. Padahal tidaklah demikian, situasi di luar pusaran konflik perang ISIS ternyata jauh berbeda. ISIS begitu garangnya melakukan penyerangan di mana-mana. Kelompok bengis ini menebar ancaman di berbagai Negara, beberapa di antaranya adalah; Belgia, Perancis, Jerman, Rusia, Malaysia, Indonesia, Thailand, Malaysia, Inggris, dan terakhir Jakarta dan Australia.
Pola penyerangan yang digunakan pun sangat variatif dan menakutkan. Mereka melakukan peledakan dengan bom bunuh diri, menikam, menabrakan truk, menembaki orang-orang, termasuk mereka yang sedang tidak berdaya atau sedang sakit, menyerang wanita dan anak anak. Pelakunya adalah sel-sel di luar negeri yang telah berbai’at (sumpah setia) kepada Al Baghdadi. Para pelaku ini rela melakukan sumpah setia meski mereka belum atau tidak pernah bertemu langsung dengan sang pemimpin. Mereka berbai’at langsung pada Al Baghdadi via jaringan online. Bagi kelompok ini, konsep rekrutmen dan indokrinasi dengan model tatap muka tidak dianggap bagian penting dalam proses radikalisasi.
Strategi ISIS; Bangun Provinsi Baru di Negara yang Sistem Penegakan Hukum dan Militernya Dianggap Lemah.
Beberapa negara yang menjadi sasaran ISIS antara lain; di Timur Tengah, di Afrika, Kaukasus, beberapa negara Asia, Balkan Barat, Serbia, Kroasia, Bosnia Herzegovina, Albania, Kosovo, Mecedonia, Montenegro adalah daerah garapan sel ISIS yang berada di luar pusaran konflik Irak dan Suriah. Di Mesir misalnya, kelompok Ansar al Maqdis tidak bisa dijadikan Walayat, maka yang dilakukan cukup dengan ber bai’at. Begitupun di Arab Saudi, telah terbentuk Walayat Al Harmain. Di Yaman telah terbentuk Walayat Sa’anna. Di Kaukasus telah lahir Walayat Qawqas.
Di Filipina telah lahir kekuatan besar ISIS Asia Tenggara dengan nama Walayat Al Filipina. Di Indonesia ISIS gagal menempatkan Walayat di Poso (MIT) namun selnya semakin liar dengan adanya model bai’at online.
Pola Pergerakan Diatur Secara Online
Apa yang dilakukan oleh sel ISIS di luar pusaran konflik hampir rata-rata sama modus operandinya, yaitu menggunakan apapun yang bisa digunakan untuk melakukan penyerangan. Bisa bom, bisa target istiharat terpilih dengan senjata api, bisa juga dengan pisau dapur. Akibatnya, kalau masa lalu susah mengkaitkan penikaman sebagai kejahatan terorisme, kini pembunuhan serupa itu bisa jadi merupakan kegiatan terorisme. Serangan terorisme tidaklah harus dengan Bom.
Pertanyaannya, apa yang menjadi pedoman pergerakan amaliah seperti itu?
Untuk menjawab itu, marilah penulis mengajak pembaca menoleh kebelakang untuk melihat model rentang komando perintah Al Baghdadi. Pada agustus 2016 terungkaplah sebuah dokumen komunikasi juru bicara ISIS Al Adnani yang kemudian dijadikan pedoman oleh sel ISIS yang berada di luar dalam melakukan amaliah. Pertama, amaliyah tidak harus dilakukan di tanah Syam. Lakukanlah amaliah di negerimu masing-masing.
Kedua, (bulan juni 2016) lakukanlah amaliah di Eropa dan Amerika. Ketiga, (perintah terpisah), kuasailah media dan media sosial, dengan menguasai media, maka engkau telah memenangkan 60 sd 70 % peperangan.
Ketiga perintah itu oleh sel ISIS yang ada di Irak dan Suriah dikembangkan lagi menjadi perintah Al Baghdadi untuk sel di negaranya masing masing. Sel Katibah Nusantara yang merupakan perwakilan militan ISIS serumpun Melayu menterjemahkannya menjadi perintah yang disesuaikan dengan kondisi musuh di negerinya.
Bahrun Naim sebagai pimpinan Katibah Nusantara menurunkannya menjadi lima perintah yang dimuat dalam blognya. 1) Dalam melakukan Amaliah Targetkan orang asing dan polisi 2) yakinilah bahwa amaliah aksi teror adalah merupakan seruan dari Rassulĺullah Saw 3) seruan jihad pada singa-singa Indonesia 4) Anjuran untuk membunuh, 5) ada tiga anjuran yang derajatnya terendah, di antaranyaa; untuk menawan yang tidak seidiologi, melakukan serangan secara bersama-sama (simultan), dan minimal memata-matai aktivitas pemerintah dan aparat hukum.
Hal ini menunjukkan secara gamblang betapa ISIS masih terlalu berbahaya untuk dipandang sebelah mata. Bahkan tanpa keberadaan Al Baghdadi –jika kabar tentang kaburnya dia benar adanya—kelompok teroris internasional ini tetap perlu diwaspadai.