Bamako – Kelompok militan Islamic State (ISIS) mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan yang menewaskan 49 prajurit Mali dan satu tentara Prancis. Serangan mematikan tersebut menggarisbawahi rapuhnya pertahanan di beberapa negara Afrika Barat yang tengah memerangi gerakan ekstremisme dan terorisme.
Pasukan Bersenjata Mali (FAMa) mengatakan bahwa serangan terhadap pos militer di Indelimane pada Jumat 1 November telah menewaskan 49 tentara dan melukai tiga lainnya. Sebanyak 20 prajurit selamat dari serangan tersebut.
“Prajurit kami menyerang sebuah markas militer yang dipenuhi elemen prajurit Mali,” ujar ISIS lewat beberapa situs propagandanya, dikutip dari AFP, Minggu (3/11).
Sabtu, 2 November, Korporal Ronan Pointeau, 24, tewas usai mobil lapis baja yang dikendarainya terkena bom rakitan (IED) di dekat kota Menaka. Pada malam harinya, ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Indelimane dan Menaka. Saat kejadian, Pointeau dan koleganya sedang mengawal sebuah konvoi antara kota Gao dan Menaka.
“Terjadinya serangan mematikan ini memperlihatkan pentingnya upaya memerangi grup teroris bersenjata di area perbatasan Mali, Niger dan Burkina Faso,” ucap Kementerian Pertahanan Prancis.
Menteri Pasukan Bersenjata Prancis Florence Parly berencana mengunjungi Mali dalam waktu dekat untuk berdiskusi dengan otoritas setempat.
Presiden Prancis Emmanuel Macron berbelasungkawa untuk Pointeau, dan juga menyampaikan solidaritas kepada pasukan Prancis dan Afrika yang berperang di Mali dan sekitarnya.
Awalnya Pemerintah Mali mencatat ada 53 korban tewas dalam serangan di Indelimane. Namun selang beberapa waktu, angkanya direvisi. Dua serangan di Indelimane dan Menaka terjadi satu bulan usai dua ekstremis membunuh 40 prajurit di Mali dekat perbatasan Burkina Faso. Sejumlah sumber menyebut angka kematian sesungguhnya lebih tinggi dari versi pemerintah.