Baghdad – Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengerahkan pasukan elite anti-terorisme dalam upaya mengakhiri gelombang protes yang telah menelan banyak korban, Minggu 27 Oktober 2019.
Menurut keterangan Unit Anti-Terorisme Irak, pengerahan ini bertujuan melindungi sejumlah gedung pemerintah dari kemungkinan adanya aksi perusakan dari kalangan pengunjuk rasa.
“Pasukan Anti-Terorisme telah dikerahkan ke sejumlah area di Baghdad untuk melindungi gedung pemerintah dari elemen-elemen tak bertanggung jawab,” ujar pernyataan unit tersebut, dikutip dari Kurdistan 24.
Sejumlah sumber keamanan mengatakan bahwa pasukan elite anti-terorisme itu telah diperintahkan untuk “menggunakan segala metode yang diperlukan” untuk menghentikan aksi protes.
Aksi protes di Irak berlangsung damai pada Jumat 25 Oktober, namun dengan cepat berubah ricuh. Korban tewas dalam kericuhan tersebut mencapai lebih dari 40 orang.
Gelombang protes serupa telah terjadi di Irak sejak awal Oktober. Jika angka korban tewas digabungkan dari saat itu hingga kini, maka jumlahnya mencapai sekitar 200 orang.
PM Mahdi berusaha menenangkan para pedemo dengan menjanjikan reformasi serta perombakan kabinet. Namun semua itu gagal meredam kemarahan publik, dan unjuk rasa pun terus terjadi hingga saat ini.
Ratusan orang turun ke jalanan Baghdad dan di beberapa provinsi selatan Irak. Mereka meneriakkan slogan kecaman dan mendesak agar pemerintah Irak saat ini mengundurkan diri.
Berkuasa sekitar satu tahun lalu, PM Mahdi telah memperingatkan pengunjuk rasa bahwa aksi kekerasan tidak akan mendapat toleransi. Unjuk rasa berskala masif di Irak ini dipicu kemarahan warga atas buruknya layanan publik, tingginya tingkat pengangguran serta praktik korupsi di kalangan pejabat.