Jakarta – Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane mengatakan, teror bom di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, makin membuktikan bahwa aksi perang teroris terhadap Kepolisian Republik Indonesia (Polri) makin nyata. Untuk itu diharap seluruh anggota Polri diharapkan semakin meningkatkan kewaspadaan, terutama para polisi yang bertugas di lapangan.
Neta S Pane pun menyebut bahwa Indonesia Police Watch (IPW) ikut berduka atas serangan terhadap anggota Polri dan masyarakat itu. IPW mencatat bahwa pada pada Desember 2015, Mabes Polri pernah mengingatkan para Kapolda dan Kapolres agar meningkat kewaspadaan yang tinggi.
“Kapolda dan Kapolres melakukan penjagaan ketat pada markas komando maupun para personilnya terhadap serangan bom bunuh diri dari ransel maupun bom lempar (impact),” kata Neta S Pane melalui siaran persnya yang diterima wartawan, Kamis (25/5/2017).
Setelah peringatan itu, sempat terjadi beberapa kali serangan terhadap kantor polisi maupun anggota polisi di jalanan. Namun, korbannya tidak sebanyak dalam serangan teror bom di Terminal Kampung Melayu.
Serangan teror bom di Terminal Kampung Melayu adalah serangan terbesar yang pernah dialami Polri dalam sejarah terorisme di Indonesia. Tercatat 3 polisi tewas dan 5 polisi luka serta 5 warga luka dan masih dalam perawatan di rumah sakit. Jika ada pihak pihak tertentu yang menuding bahwa peristiwa di Terminal Kampung Melayu itu sebagai sebuah rekayasa untuk pencitraan, tudingan itu terlalu naif.
Dari fakta di lapangan, terlihat bahwa aksi itu adalah sebuah serangan teror yang khusus ditujukan kepada anggota Polri. Momentum yang digunakan teroris adalah rencana pawai obor menyambut Ramadhan. di mana polisi berkumpul untuk menjaga keamanan dan kemudian diserang.
Dari kasus Terminal Kampung Melayu terlihat bahwa para teroris semakin agresif dan nekat melakukan perang terbuka terhadap Polri. Bagaimana pun hal ini perlu diantisipasi Polri agar anggotanya tidak kembali menjadi bulan bulanan teroris.
Jaringan dan otak serangan ini harus segera diungkap dan ditangkap. Sepertinya para pelaku bom bunuh diri itu juga korban karena bisa jadi bom itu diremot oleh aktor intelektual pelaku teroris.
Selain itu, bukan mustahil bom di Terminal Kampung Melayu merupakan bagian kecil dari serangan aksi teror global. Sebab sebelumnya juga terjadi aksi serangan teror bom di sejumlah negara. Hanya saja pelaku teror di Indonesia tergolong pengecut. Setelah melakukan serangan mereka tidur tanpa ada pernyataan atau tuntutan apa pun.
Berbeda dengan beberapa serangan teror di negara lain, pihak penyerang langsung menyatakan bertanggungjawab. Akibat serangan “gelap” ini, setiap kali muncul aksi teror selalu muncul isu atau spekulasi bahwa aksi teror itu merupakan rekayasa untuk pencitraan.
Ujung ujungnya berkembang polemik di kalangan anak bangsa, sementara para teroris terus beraksi dengan ganasnya. Untuk itu IPW berharap Polri tidak terpengaruh dengan polemik tsb dan terus bekerja keras memburu dan menangkap otak pelaku teror.