Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti maraknya kegiatan yang menimbulkan kerumunan massa akhir-akhir ini. Fenomena ini dikhawatirkan dimanfaatkan kelompok teroris.
“Kepolisian, terutama jajaran intelijen, Detasemen Khusus (Densus) 88, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) perlu mewaspadai akan munculnya aksi terorisme di Indonesia,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulis, Selasa (24/11/2020).
Neta menambahkan kerumunan massa bisa membuat kalangan radikal dan jaringan terorisme leluasa bergerak. Sementara itu, menjelang akhir 2020 ada potensi kerumunan dari masyarakat yang berlibur saat Natal dan Tahun Baru 2021.
Neta juga khawatir dengan kegiatan organisasi masyarakat (ormas) yang kerap mengundang kerumunan. Dia mengingatkan simpatisan ormas juga tak luput terjebak masuk kelompok teroris.
Di samping itu, dia mencatat 37 teroris ditangkap di berbagai daerah mulai dari Aceh, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah pada 2017. Beberapa di antaranya sempat dijebloskan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Jawa Tengah, dan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Dia menyebut ke-37 orang ini terlibat mulai dari menyembunyikan buronan terorisme hingga meneror warga. Mereka, kata dia, kini sudah bebas dan tidak terlacak lagi keberadaannya.
“Dikhawatirkan dengan meluasnya aksi-aksi kerumunan massa dan gerakan intoleransi belakangan ini mereka kembali bermanuver dan melakukan aksi teror,” kata Neta.
Neta meminta Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri bekerja ekstra keras mencermati kerumunan massa. Baintelkam tak boleh kecolongan sehingga kerumunan massa muncul, seperti saat penjemputan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab, Selasa, 10 November 2020.
“Aksi-aksi kerumunan massa seperti terbiarkan dan tidak terantisipasi Baintelkam sehingga tidak hanya melanggar protokol kesehatan, tapi aksi kerumunan massa itu sempat mengganggu jadwal penerbangan di Bandara Soetta (Soekarno-Hatta) dan kemacetan di berbagai tempat,” ungkap Neta.