Jakarta – Ramadan adalah bulan penuh berkah ampunan. Selain itu, Ramadan juga memiliki nilai-nilai tinggi untuk menciptakan perdamaian dan ketentraman, terutama dari ancaman terorisme. Karena itu, penerapan nilai-nilai Ramadan itu sangat penting dalam menciptakan Indonesia sebagai negara yang damai, religius, dan majemuk.
Ketua Lembaga Dakwan PBNU KH Maman Imanulhaq mengungkapkan ada tiga poin nilai Ramadan yang harus dihayati dan diamalkan umat muslim selama menjalankan ibadah puasa untuk membentengi diri dari kelompok radikal terorisme. Poin pertama mengacu pada surat Al Baqarah ayat 183 tentang kewajiban berpuasa bagi orang-orang yang beriman. Artinya, puasa Ramadan itu ajakan keimanan. Iman itu identik dengan amanah, dan amanah itu identik dengan aman.
“Kekuatan iman yang melahirkan sosok atau pribadi yang amanah dan tidak khianat, termasuk tidak khianat pada komitmen kebangsaan dan kemanusiaan kita. Itu akan membuat rasa aman, tentram pada lingkungan dan pada diri sendiri. Bila seseorang memahami hal itu, tentu akan ada orang muslim yang berbuat kekerasan, apalagi melakukan aksi terorisme,” kata Kiai Maman.
Sebaliknya, terang anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB ini, bila seseorang jiwanya tidak tenang dan terus menciptakan teror, rasa tidak aman, maka sesungguhnya dia telah berkhianat. Dengan demikian bila ada orang yang mengaku sebagai teroris dan mengatakan dirinya sebagai orang yang menegakkan agama dan kemanusiaan, sebenarnya itu bertentangan dengan nilai-nilai iman, karena dia berkhianat pada komitmen kemanusiaan dan keislaman.
“Islam selalu menekankan al muslimana man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi, yang artinya seorang muslimin adalah orang islam yang selamat dari ucapan kasar, caci maki, fitnah, juga gerakan tangan, termasuk mengangkat senjata kepada sesama muslim,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan, Majalengka ini.
Menurutnya, komitmen-komitmen itulah yang seharusnya muncul di bulan Ramadan sehingga tidak ada orang yang menciptakan teror, melakukan teror, dan membuat orang lain tidak tenang.
Poin kedua, lanjut Kiai Maman, puasa itu secara definitif artinya assyiam yaitu menunda kesenangan. Maka selama berpuasa Ramadan umat muslim diperintahkan untuk selalu menahan diri baik ucapan, gerakan, termasuk menahan tangan kita untuk tidak memijit keyboard dan menshare berita hoax, fitnah, dan sebagainya. Pola inilah yang nmenjadikan Ramadan sebagai sarana untuk menahan diri dari segala macam hawa nafsu.
“Ini kesempatan besar, sehingga Ramadan akan meliharkan pribadi yang mampu berpikir lebih jernih, dan yang mampu membuat kita menciptakan ketenangan, keamanan, serta perdamaian itu sendiri,” tutur Kiai Maman.
Poin terakhir, kata Kiai Maman, salah satu tujuan berpuasa adalah menciptakan individu muttaqin. Orang yang muttaqin (bertaqwa) itu selalu punya prinsip universal menjunjung tinggi HAM dan menguatkan kembali nilai persaudaraan yang didalamnya ada ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniayah, dan ukhuwah basariah.
“Hari ini seluruh negara di dunia mengalami persoalan sama soal terorisme. Maka Ramadan menjadi momemtum bagi kita untuk memerangi teroris karena teroris tidak ada kaitannya dengan agama apapun, negara manapun, keyakinan manapun, tapi terorisme adalah musuh kemanusian yang harus kita lawan dengan cara masif dan sistematik,” urainya.
Ia meminta langkah penanggulangan terorisme tidak melulu dilawan dengan cara-cara terdahulu yaitu meminta TNI dan Polri turun tangan. Tapi ada sel-sel teroris yang sepertinya kelihatan mati, tapi akan bangkit dan mengajak melawan pemerintah yang sah, menyebarkan kebencian, membunuh aparat, dan sebagainya.
“Kelompok inilah yang harus diwaspadai karena orang bertagwa adalah orang yang mampu menciptakan nilai-nilai perdamaian itu sendiri, bukan melawan pemerintah dan menyebarkan kebencian,” pungkas Kiai Maman.