Ilustrasi kelompok ISIS di Marawi

Inilah Data WNI Yang Menjadi Anggota ISIS Marawi

Manila – Seorang pria Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga bergabung dengan kelompok ISIS ditangkap di dekat kota Marawi, Filipina Selatan. Pria itu adalah Muhammad Ilham Syaputra yang disebut-sebut berperan dalam serangan teror di Jakarta tahun 2016. Dia ditangkap oleh Barangyay Peace Action Team lalu diserahkan ke Kepolisian Marawi pada Rabu (1/11/2017).

Seperti diberitakan ‘Aljazirah’, Kamis (2/11/2017), Ilham ditangkap saat mencoba melarikan diri dari sebuah distrik di Marawi, di mana beberapa militan kelompok Maute bersembunyi. Dia dilaporkan berusaha untuk menghindari pihak berwenang dengan berenang menyeberangi Danau Lanao ke sebuah kota yang berdekatan dengan Marawi.

Kepala Kepolisian di Lanao del Sur, John Guyguyon mengatakan, Muhammad Ilham Syaputra berasal dari Sumatra utara, Indonesia. Dia datang ke Filipina pada awal November 2016 untuk mengambil bagian dalam pengepungan Marawi. Polisi menangkap tersangka dengan barang bukti sebuah pistol kaliber 45, beberapa paspor Indonesia, mata uang dan perhiasan.

Saat diinterogasi, Muhammad Ilham Syaputra juga mengaku telah berperan dalam serangan 2016 di kawasan Jakarta Pusat yang menyebabkan tujuh orang tewas, termasuk pelaku penyerangan. Ilham dilaporkan berada di antara puluhan militan asing dari negara tetangga Malaysia dan Indonesia, serta dari negara-negara Arab, yang datang ke Marawi untuk bergabung dalam pertarungan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Gubernur Lanao del Sur, Zia Alonto Adiong memuji polisi dan penduduk setempat atas penangkapan tersebut. “Penangkapan warga negara Indonesia yang terlibat dalam pengepungan Marawi pada pagi tanggal 1 November 2017, memvalidasi posisi bahwa partisipasi warga sipil sangat penting dalam usaha bersama kita untuk mengamankan masyarakat kita dari unsur-unsur teroris,” jelasnya.

Pengepungan Marawi dimulai pada tanggal 23 Mei 2017 ketika pasukan keamanan mencoba untuk melayangkan sebuah surat perintah penangkapan terhadap Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok bersenjata Abu Sayyaf, dan pemimpin negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Asia Tenggara.

Alih-alih melepaskan senjata mereka, Hapilon dan militannya membentuk aliansi dengan Grup Maute setempat yang dipimpin oleh Omarkhayam Maute dan saudara laki-lakinya. Mereka mengambil alih kota itu. Para militan telah merencanakan pengepungan tersebut lebih dari setahun.

Lebih dari 1.000 kombatan, termasuk pejuang asing, serta warga sipil tewas dalam pertempuran tersebut. Sebanyak 600 ribu orang juga harus mengungsi. Pada 23 Oktober, Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan pertarungan setelah kematian Hapilon dan Omarkhayam. Saudara laki-laki Maute lainnya terbunuh atau ditangkap, sementara orang tua mereka juga telah ditahan dan didakwa karena membantu para militan.