Baghdad – Namanya Camp Bucca yang berada di kota Garma Irak. Camp Bucca adalah fasilitas penahanan yang dikelola oleh militer AS di sekitar Umm Qasr, Irak, yang kini telah ditutup. Dulu, Camp Bucca adalah sebuah pusat penahanan yang menahan beberapa militan radikal Perang Irak. Sebelum ditutup, pada Maret 2019 tahun lalu, Camp Bucca membebaskan ratusan tahanannya.
Saat itu, keluarga para tahanan mungkin saja bergembira karena mereka akan menyambut anggota keluarga mereka kembali setelah ditahan di Bucca, namun seorang pejabat setempat resah.
Melansir Independent, seorang kepala polisi Saad Abbas Mahmoud mengatakan kepada The Washington Post, “Orang-orang ini (para tahanan) tidak menanam bunga di taman,” katanya.
Ia memperkirakan 90 persen tahanan yang dibebaskan akan segera melanjutkan pertempuran.
“Mereka tidak berjalan di jalan (yang sesuai). Masalah ini besar dan berbahaya. Dan sayangnya, pemerintah Irak dan pihak berwenang tidak tahu seberapa besar masalahnya.”
Kamp itu menjadi babak pembuka dalam sejarah Negara Islam (ISIS), banyak pemimpinnya, termasuk Abu Bakar al-Baghdadi, dipenjara dan kemugkinan bertemu di sana.
Menurut mantan komandan penjara, analis dan tentara, Camp Bucca memberikan suasana unik bagi radikalisasi tahanan dan kolaborasi narapidana – dan merupakan formatif dalam pengembangan kekuatan militan yang paling kuat saat ini.
Secara keseluruhan, sembilan anggota komando utama ISIS menghabiskan waktu di Bucca, menurut organisasi analis teroris Soufan Group.
Selain Baghdadi, kata Soufan, pemimpin nomor dua Abu Muslim al-Turkmani, serta pemimpin militer senior Haji Bakr, dan pemimpin pejuang asing Abu Qasim juga dipenjara di sana. Meskipun kemungkinan orang-orang itu menjadi ekstremis ketika mereka memasuki Bucca, Soufan menambahkan, mereka sudah pasti menjadi ekstremis ketika meninggalkan penjara.
“Sebelum penahanan mereka, al-Baghdadi dan lainnya adalah para radikal, berniat menyerang Amerika,” tulis veteran militer Andrew Thompson.
“Waktu mereka di penjara (digunakan) memperdalam ekstremisme mereka dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas pengikut mereka. Penjara menjadi universitas teroris virtual, radikal yang keras adalah profesor, tahanan lainnya adalah mahasiswa, dan otoritas penjara memainkan peran sebagai penjaga yang tidak hadir.”
Sejauh ini, ada skenario yang telah lama membingungkan penegak hukum tentang bagaimana menindak ekstremisme tanpa menciptakan lebih banyak anggotanya. Karena, bukanlah hal yang baru bahwa penjara adalah kumpulan ekstremisme eksplosif yang menunggu percikan.
Di Camp Bucca, percikan semacam itu tak ada kurangnya, seperti saat Baghdadi masuk di sana, mantan komandan penjara James Skylar Gerrond masih mengingat apa yang dilakukannya.
“Banyak dari kita di Camp Bucca khawatir bahwa alih-alih hanya menahan tahanan, kami telah menciptakan kompor tekanan untuk ekstremisme,” ungkap James.
James bekerja di penjara antara 2006 dan 2007, ketika itu dipenuhi dengan puluhan ribu radikal, termasuk Baghdadi. Banyak dari tahanan di Camp Bucca yang bersalah menyerang tentara Amerika, namun banyak juga yang tidak.
Anthony Shadid dari The Washington Post melaporkan bahwa banyak orang di tahun 2009 yang dijebloskan ke penjara tanpa dakwaan atau tanpa melihat bukti, sehingga tahanan yang dibebaskan mungkin akhirnya masuk dalam barisan pemberontak. Puncak lonjakan Irak terjadi pada 2007, ketika penjara itu dipenuhi 24.000 narapidana, penjara itu dipenuhi ekstremisme.
Para tahanan ekstrimis Islam tidak segan melukai atau membunuh sesama tahanan karena perilaku mereka yang mereka anggap bertentangan dengan keyakinan mereka.