Jambi, FKPT Center – Penyebarluasan berita bohong atau hoax antara lain diakibatkan oleh rendahnya kemampuan masyarakat dalam membedakan berita yang benar dan hoax itu sendiri. Lantas, seperti apa sebenarnya berita yang benar dan bohong itu? Jurnalis senior Hasudungan Sirait memberikan tips untuk membedakan keduanya.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan dialog Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme Terorisme yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT Jambi di Kota Jambi, Kamis (4/5/2017), Hasudungan menyebut ciri pasti berita yang benar adalah memiliki alur cerita.
“Dalam bahasa Jurnalistik disebut 5W1H, itu rumus dasar. Berita harus memuat unsur what, who, why, where, when, dan how. Jika tidak berarti itu informasi, kemungkinan besar tidak akurat,” ungkap Hasudungan. Jika akurasi sebuah berita diragukan, Has, demikian Hasudungan Sirait disapa di keseharian, meminta masyarakat untuk tidak dengan mudah menyebarluaskannya. “Permasalahannya, masyarakat kita biasanya asalkan suka maka akan menyebar atau membagi berita yang dibacanya. Itu yang harus diperbaiki,” tambahnya.
Berita yang benar, lanjut Has, dibuat dan dipublikasikan oleh wartawan serta media massa yang profesional. Wartawan bisa menjadi profesional jika mau terus melatih dirinya dalam kelas pelatihan dan ujian kompetensi, sementara media yang profesional memenuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.
“Kalau baca koran, Bapak dan Ibu cek dulu. Redaksinya jelas apa tidak, di mana kantornya, siapa penanggung jawab dan pemimpin redaksinya? Kenapa ini saya tanyakan, karena itu salah satu yang disyaratkan oleh Dewan Pers,” jelas Has.
Ciri-ciri media profesional, masih kata Has, sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers adalah berbadan hukum, yaitu PT, Yayasan, atau Koperasi, memiliki susunan dan alamat redaksi yang jelas, dan muatan pemberitaannya memenuhi standar jurnalistik.
“Dewan Pers sekarang sedang melakukan verifikasi, yang dinilai ketentuan-ketentuan itu tadi. Media yang tidak terverifikasi jangan dibaca, apalagi disebarluaskan materi pemberitaannya,” pungkas Has.
Kegiatan dialog Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme Terorisme merupakan salah satu metode yang dijalankan dalam kegiatan dengan nama yang sama. Dua metode lainnya adalah Visit Media, kunjungan ke redaksi media massa pers, dan lomba karya jurnalistik yang mengangkat tema kearifan lokal sebagai sarana pencegahan terorisme. [shk/shk]