Purwokerto – Direktur Pencegahan BNPT, Brigadir Jenderal (Pol) Hamli, menyebut masuknya radikalisme di masjid lingkungan kampus dapat ditandai dari aktifitas kajian agama di dalamnya. Tema-tema tertentu dipilih menjadi topik bahasan.
Ini disampaikan Hamli saat menjadi pemateri di kegiatan Dialog Pelibatan Takmir Masjid Kampus dalam Pencegahan Radikalisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Selasa (9/10/2018). 150 civitas akademika dan mahasiswa yang aktif di pengelolaan masjid dari 11 kampus se-Purwokerto dihadirkan sebagai peserta kegiatan.
“Identifikasi kami menemukan dua belas tema. Jika itu yang dibahas, ya itu barangnya (radikalisme, Red.),” kata Hamli.
Ke-12 tema tersebut adalah thogut, kafir demokrasi, akhir zaman, hijrah, khilafah atau daulah islamiyah, tauhid, pembatalan keislaman, keutamaan jihad, mati syahid, aqidah, artikel seputar Oman Abdurrahman, dan pembahasan takfiri atau mengkafir-kafirman orang. Kedua belas tema tersebut, masih kata Hamli, diberikan secara bertahap sesuai dengan tingkat paparan radikalisme kepada jamaah.
“Awal-awal biasanya masih kajian umum. Jika sudah banyak yang ikut, sudah kelihatan potensi jamaah yang bisa direkrut (masuk jaringan), temanya semakin mengerucut ke arah aksi terorisme,” jelas Hamli.
Secara khusus Hamli menjelaskan, tema tauhid yang menandakan radikalisme telah memapar ke sebuah masjid kampus adalah kajian tauhid hakimiyah. Sementara keutamaan jihad dan mati syahid memiliki korelasi makna berdasarkan penafsiran sepihak jaringan pelaku terorisme. “Jihad mereka ya perang, tidak ada lainnya. Mati syahid versi mereka adalah mati dengan cara mengebom atau menyerang aparat keamanan,” tegasnya.
Mantan anggota jaringan pelaku terorisme, Kurnia Widodo, di kesempatan yang sama menambahkan tanda-tanda masuknya radikalisme di masjid kampus adalah adanya aktifitas fisik yang dilakukan jamaah di dalamnya. Aktifitas tersebut, biasanya mengarah ke militeristik.
“Biasanya malam. Diawali baris berbaris, terus koprol-koprol, dan aktifitas lain yang menunjukkan bagaimana cara bertahan di medan perang,” kata pria yang divonis 6 tahun penjara atas keterlibatan di kelompok pelaku bom Cibiru, Bandung.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Jawa Tengah Dewan Masjid Indonesia, KH. Multazam Ahmad, menyambut baik adanya informasi tanda telah masuknya radikalisme di masjid di lingkungan kampus. Diaakuinya, di beberapa masjid di lingkungan kampus, instansi pemerintah dan badan usaha, saat ini sudah ada yang dikooptasi aktifitasnya oleh kelompok pro radikalisme dan terorisme.
“Maka kami memberikan saran, seyogyanya takmir masjid kampus secara struktur berada di bawah koordinasi rektor. Ini penting agar setiap aktifitas yang ada di masjid kampus bisa termonitor oleh rektor,” pungkas Multazam. [shk/shk]