Ini Petuah Karoum BNPT Kepada Duta Damai Dunia Maya

“Jangan khianati perjuangan pahlawan bangsa.” Itulah petuah Kepala
Biro Umum (Karoum) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Brigjen TNI Dadang Hendrayudha saat mengakhiri pemberian wawasan
kebangsaan Pelatihan Tingkat Lanjut Duta Damai Dunia Maya 2016 di
Bukit Pancawati, Bogor, Selasa (23/11/2016).

Dibawah remang cahaya rembulan dan cuaca basah setelah turun hujan,
sesi wawasan kebangsaan itu berjalan khidmat, meski tetap dalam
suasana santai. Seperti biasa Brigjen Dadang Hendrayudha mengawali
wejangannya dengan mengajak para duta damai dunia maya untuk membangun
semangat kebersamaan dengan yel-yel dan jokes-jokes ringan.

Namun saat memasuki materi pokok, mantan Kasubdit Pengawasan dan
Kontra Propaganda BNPT ini sangat runtut dan cerdas dalam memaparkan
berbagai permasalahan bangsa. Ia mengawali paparannya dengan mengajak
para generasi muda agar bisa mengisi kemerdekaan dengan hal-hal
positif dan membangun demi persatuan NKRI serta kemajuan Indonesia di
masa mendatang.

“Malam ini kita patut bersyukur masih diberi kesehatan dan kesempatan
sehingga bisa berkumpul di di sini. Itu tidak lepas dari jasa pahlawan
bangsa yang telah berjuang memerdekaan bangsa ini. Sebagai generasi
muda, adik-adik duta damai dunia maya wajib tahu sejarah bangsa
Indonesia sebagai bekal dan motivasi untuk meraih kehidupan lebih baik
di masa mendatang. Jadi kalau mau jadi orang sukses, wajib terus
berjuang,” papar Brigjen Dadang.

Selanjutnya pria yang dibesarkan dalam gemblengan pasukan Baret Merah
ini memaparkan bahwa Indonesia sudah tiga kali melakukan integrasi.
Pertama jaman Kerajaan Sriwijaya yang saat itu bisa menyatukan
Nusantara, bahkan sampai ke Asia Selatan dan Indo China. Sayang
setelah 70 tahun, Sriwijaya hancur karena tidak ada kepemimpinan yang
kuat dan berwibawa.

Kemudian integrasi kedua jaman Kerajaan Majapahit. Dibawah duet Raja
Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Majapahit kembali menyatukan
nusantara. Masa itu dikenal dengan tekad Gajah Mada menyatukan
Nusantara dengan Sumpah Amukti Palapa. Sayang Majapahit juga harus
hancur berkeping-keping.

Integrasi ketiga jaman Belanda mulai menginjakkan kaki di Indonesia
saat Cornelis De Houtman membawa rombongan VOC mendarat di Banten,
tahun 1596. Meski awalnya berdagang, Belanda akhirnya menjajah di bumi
Nusantara. Tapi Belanda sebenarnya tidak pernah menjajah Belanda, tapi
menjajah kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.

Perlawanan mulai muncul tahun 1928 dengan adanya Sumpah Pemuda. Saat
itu, para pemuda Indonesia dari Jong Java, Jong Sumtera, Jong Celebes,
Jong Ambon, dan lain-lain berkumpul untuk menyuarakan satu kesatuan
yaitu satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu Indonesia.
Itu dilanjutkan dengan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus
1945.

“Meski telah merdeka, perjuangan mengusir penjajah terus dilakukan.
Itu karena Belanda dan antek-anteknya ingin menguasai kekayaan alam
Indonesia,” ujar Mantan Dandim Pacitan ini.

Selain itu, lanjutnya, perjuangan bangsa Indonesia menjaga kemerdekaan
banyak mengalami pengkhianatan. Ada yang ingin mendirikan Negara Islam
Indonesia, ada juga peristiwa G30S PKI. Belum lagi ancaman terorisme
yang sampai sekarang menjadi ancaman besar bagi NKRI.

Dari serangkaian peristiwa sejarah itu, Dadang menyimpulkan bahwa NKRI
kokoh berkat keberadaan Pancasila. Dan itu menjadi tugas dan kewajiban
generasi muda untuk menjunjung tinggi dan mengamalkan Pancasila demi
persatuan dan masa depan Indonesia yang gemilang.

“Lalu apakah siklus 70 tahunan itu akan terulang? Mudah-mudahan
Presiden Jokowi bisa terus merekatkan kebhinekaan dan persatuan kita
dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” harapnya.

Brigjen Dadang melanjutkan, bahwa Indonesia adalah negara yang gemah
ripah loh jinawi. Sayang, saat ini citra Indonesia agak tercoreng
dengan banyaknya kasus korupsi dan nepotisme. Tindakan itulah tanpa
sadar yang sebenarnya merusak negeri ini. Selain itu bangsa Indonesia
juga kehilangan jati diri sebagai masyarakat yang berbhinneka tunggal
ika dengan banyaknya kelompok yang merasa paling benar dan tidak
memiliki rasa kasih sayang antar bangsa. Akibatnya banyak konflik
horizontal terjadi seperti di Poso dan Ambon. Juga sebagian ada oang
yang otoriter dan berpikiran seperti Hitler dan Stalin.

“Mereka menganggap perbedaan pendapat selesaikan dengan demo, selalu
paling benar. Mereka juga tidak santun, mudah emosi, saling
menjelekkan, dan beranggapan aturan itu masa bodoh yang kepentingannya
terealisasi. Apa masih ada yang memperhatikan NKRI?,” tanya Dadang.

Begitu juga dengan kemajuan teknolog komuniasi, saat ini banyak anak
muda Indonesia yang beranggapn Pancasila kuno, ramah tamah hilang,
masyarakat materialistis, dan adanya kultus individu. Yang terjadi
kemudian, sesame sesama anak bangsa saling curiga sehingga pertahanan
negara mudah diterobos dengan paham-paham negatif dari luar.

“Saya yakin melihat hal in para pahlawan kita menangis melihat kondisi
bangsa ini,” tukasnya.

Di akhir paparanya, Brigjen Dadang Hendrayudha mengajak generasi muda
untuk ikut bela negara. Caranya mudah yaitu berbuat terbaik dan benar.

“Kalau jadi pelajar, jadilah pelajar yang baik. Kalau jadi TNI atau
polisi, jadilah TNI dan polisi yang baik. Kaau jadi menteri, jadilah
menteri yang baik. Kalau jadi pejabat, jadilah pejabat yang baik.
Marilah dengan refleksi diri kita renungkan agar hidup ini tidak sia
sia. Hidup ini amanah Tuhan YME sehingga harus kita jaga dengan
melakukan segala sesuatu menjadi lebih baik. Selain itu, hilangkan
rasa dengki dan iri,” tandas Brigjen Dadang Hendrayudha.