Palu, FKPT Center – Kegiatan Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme, belakangan mendapatkan tentangan karena dituding sebagai bentuk penghadangan praktik dakwah. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai pelaksana secara tegas membantahnya.
Kegiatan Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme di Sulawesi Tengah, Rabu (10/5/2017), sempat berjalan tidak sesuai rencana. Anggota LDK Universitas Tadulako sebagai tuan rumah dan beberapa kampus lain sangat minim yang datang, hingga untuk memenuhi kuota peserta sebanyak 145 orang harus dikerahkan mahasiswa non anggota LDK. Terkait hal tersebut, Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Andi Intang Dulung, mengaku sudah meminta izin kepada Direktur Pencegahan BNPT, Brigjend. (Pol) Ir. Hamli, M.E., dan diizinkan.
“Pak Direktur (Pencegahan) mengizinkan, bahkan menyarankan, karena itu bentuk preventif. Peserta tidak harus LDK, karena pencegahan harus dilakukan ke semua mahasiswa,” kata Andi Intang.
Tentangan terhadap kegiatan Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme juga sempat terjadi di Riau. Sekelompok peserta yang sempat mengikuti pembukaan memutuskan meninggalkan lokasi karena menilai kegiatan tersebut adalah ajang pencucian otak. Dalam prosesnya, sejumlah anggota LDK kembali masuk dan mengikuti jalannya kegiatan hingga akhir.
“Adanya tentangan itu menjadi bukti bahwa radikalisme memang ada dan tumbuh subur di kampus. Ini masalah yang harus kita atasi bersama,” tambah Andi Intang.
Andi Intang juga menjelaskan, pelibatan LDK dalam pencegahan terorisme bukan bentuk kecurigaan. Sebaliknya, LDk sebagai corong dalam hal dakwah akan didorong menjadi penyebar kedamaian di kampus. “Jangan sampai ada pihak yang tidak bertanggung jawab menjadikan LDK sebagai agen provokator anti Pancasila,” ungkapnya.
Ketua Bidang Agama, Pendidikan dan Dakwah FKPT Sulawesi Tenggara, Hilal, menguatkan apa yang disampaikan Andi Intang Dulung. Dikatakannya, salah jika pelibatan LDK dalam pencegahan terorisme disebut sebagai ajang pencucian otak.
“Kegiatan ini untuk menyamakan persepsi mahasiswa mengenai pencegahan radikalisme yang sangat penting karena mahasiswa adalah agen perubahan yang sangat diharapkan,” ujar Hilal.
Sementara Wakil Rektor III Universitas Tadilako, Djayani Nurdin, mengaku akan menindaklanjuti adanya penentangan kegiatan pelibatan LDK dalam pencegahan terorisme di kampusnya. Tudingan jika kegiatan ini adalah praktik pencucian otak adalah isu yang dihembuskan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Kegiatan ini adalah wujud sayang BNPT kepada organisasi intra kampus seperti LDK, karena di sinilah basis dakwah di lingkungan kampus,” kata Djayani.
Kegiatan Pelibatan LDK dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme diselenggarakan oleh BNPT dan FKPT di 32 provinsi se-Indonesia. Kegiatan ini sudah dan akan dilaksanakan di sepanjang tahun 2017. [shk/shk]