Garut – Setara Institute dan The Wahid Foundation pada penelitiannya pernah menempatkan Jawa Barat sebagai daerah yang memiliki kerawanan terhadap radikalisme. Lantas, bagaimana Kementerian Agama setempat memetakan potensi radikalisme di wilayahnya?
BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Barat, Rabu (28/3/2018), menggelar kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kabupaten Garut. Sebagai pemateri, salah satunya dihadirkan Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Kantor Kementerian Agama Jawa Barat, KH. Ahmad Patoni.
“Penguatan penyuluh di masyarakat ini sangat efissien. Kita tidak bisa melihat dari perbedaan agamanya, kita membangun dari segi kebaikannya, sehingga lahirlah kerukunan. Kita lebih membangun kerukunan ini,” kata Patoni terkait kegiatan yang dihadirinya.
Dalam paparannya Patoni mengungkap hasil pemetaan potensi radikalisme di wilayahnya. Beberapa catatan kasus yang terjadi di Kabupaten Bogor menjadi contoh yang disampaikan.
“Ada 204 anak jalanan di Bogor yang direkrut sebuah pesantren dan didoktrin paham mereka. Kami mencatat dan sudah melakukan penanganan,” sebut Patoni. Dikatakannya juga, melalui doktrinasi tersebut anak jalanan yang direkrut dijauhkan dari pemerintah dan pemuka agama yang sudah dikenalnya.
Patoni juga mengungkapkan, masih di Kabupaten Bogor, pada bulan November 2017 sempat ditemukan sebuah pesantren yang kedapatan tidak menghormati simbol negara, bendera merah putih. Setelah diberikan pembinaan namun tidak menunjukkan perubahan, pihaknya sudah mengambil langkah tegas dengan mencabut izin operasi.
Sebagai bentuk pencegahan, dalam paparannya Patoni juga mengingatkan pengelola pondok pesantren untuk menyiapkan proses regenerasi yang baik. Pesantren tanpa penerus yang baik disebutnya berpotensi menjadi lahan rekrutmen pelaku terorisme. “Kami terus melakukan pengawasan dan pendekatan sebagai upaya pencegahan. Jangan sampai pesantren yang tadinya baik berubah menjadi lahan rekrutmen pelaku terorisme,” tandasnya.
Terkait keterlibatan penyuluh agama dalam pencegahan radikalisme, Patoni menyebut pihaknya memiliki 5. 934 tenaga, 5.000 di antaranya tercatat non Aparatur Sipil Negara. Dari jumlah tersebut pihaknya sudah memilah tugas-tugas sesuai dengan kebutuhan, salah satunya yang secara khusus memberikan penyuluhan terkait radikalisme.
“Kami menyambut baik pelibatan yang diadakah oleh BNPT dan FKPT Jawa Barat ini. Di sini kawan-kasan penyuluh agama juga bisa menambah wawasan,” tutup Patoni. [shk/shk]