Jakarta – Direktur Eksekutif Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz menyatakan, faktor teologis dalam kemunculan aksi terorisme khususnya yang terjadi di Indonesia, memiliki peran yang krusial.
Dikatakan, dalam menangkal penyebaran paham terorisme di Indonesia, dibutuhkan reformulasi pemahaman ajaran keagamaan yang mampu menunjukkan bahwa doktrin Islam jauh dari kekerasan.
“Yang paling sering disalahgunakan adalah dalam memahami jihad. Pada akhirnya ayat-ayat Al Quran dijadikan alat legitimasi untuk melakukan kekerasan,” kata Abdullah.
Dia mengatakan itu dalam acara peluncuran buku Reformulasi Ajaran Islam: Jihad, Khilafah, dan Terorisme di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017) malam.
Menurutnya, diperlukan kontra pemahaman atas manipulasi ayat-ayat Al Quran untuk tujuan kekerasan. Apalagi saat ini paham radikalisme dan terorisme sudah merambah ke dunia pendidikan formal.
Di beberapa sekolah dan kampus, Abdullah melihat beberapa buku berisikan ajaran yang memperbolehkan untuk bertindak radikal, bahkan berujung pada tindakan terorisme.
Menanggapi hal pernyataan Abdullah, Komisaris Utama Kelompok Penerbit Mizan, Abdillah Toha, menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal dan teroris disebabkan oleh pemahaman ajaran Islam yang tidak toleran.
Dia mencontohkan sikap para ulama terdahulu dalam menyikapi perbedaan pemikiran. Mereka selalu menghormati satu sama lain dan tidak memperuncing perbedaan sikap keagamaan ke akar rumput.
“Makanya khas ulama terdahulu saat menyampaikan pandangan keagamaan selalu diakhiri dengan kata-kata ‘Allahu’alam’, hanya Tuhan yang tahu,” kata Abdillah Toha.