Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK membeberkan substansi dari peraturan baru tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan. Aturan itu termaktub dalam Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023.
Sedikitnya terdapat 12 poin penting dalam beleid teranyar tersebut. Berikut rinciannya.
- Ada penambahan penyedia jasa keuangan yang wajib menerapkan program tersebut. Mulai dari wali amanat, penyelenggara penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi, penyelenggara layanan transaksi keuangan berbasis teknologi informasi.
- Dalam pengaturan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, ada lima hal yang perlu diperhatikan. Yakni (a) Kewajiban penilaian, kebijakan dan prosedur, serta mitigasi risiko pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal; dan (b) Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan attempted transaction terkait pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Kemudian (c) Penegasan pemblokiran tanpa penundaan dan tanpa pemberitahuan sebelumnya (without prior noticed); (d) Penegasan kewenangan pengenaan sanksi atas pelanggaran pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal; dan (e) Mitigasi risiko penghindaran sanksi (sanction evasion).
- Kewajiban penyedia jasa keuangan memastikan profesi penunjang yang digunakan jasanya telah menerapkan program tersebut. Serta terdaftar pada sistem informasi pelaporan yang dikelola PPATK (GoAML).
- Kewajiban penyusunan dan penyampaian Individual Risk Assessment (IRA) oleh penyedia jasa keuangan.
- Ada tambahan contoh tindakan countermeasures oleh penyedia jasa keuangan terhadap negara berisiko tinggi yang dipublikasikan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) untuk dilakukan countermeasure.
- Penegasan kewajiban Customer Due Diligence (CDD). Antara lain: (a) CDD berlaku bagi Beneficial Owner (BO) dari seluruh jenis nasabah termasuk perusahaan publik/ emiten dan lembaga negara; dan (b) CDD sederhana hanya dilakukan bagi area berisiko rendah berdasarkan penilaian penyedia jasa keuangan Kemudian (c) Penggunaan paspor dan Kartu Masyarakat Indonesia Luar Negeri (KMILN) sebagai dokumen pendukung bagi Diaspora Indonesia, serta ketentuan terkait Nomor Induk Tunggal (NIT) dan Identitas Kependudukan Digital (IKD).
- Penyempurnaan persyaratan dan tata cara kerjasama penyedia jasa keuangan dengan pihak ketiga. “Dalam rangka verifikasi secara tatap muka (face to face) dan tidak tatap muka (non-face to face) melalui sarana elektronik (termasuk sarana elektronik milik pihak ketiga (provider E- KYC),” tulis OJK.
- Penyempurnaan ketentuan fungsi manajemen kepatuhan dan pelaksanaan audit internal secara independen serta prosedur pre-employee screening sebagai substansi kedelapan.
- Penyempurnaan pengaturan sanksi administratif yang lebih efektif, proporsional dan disuasif. “Antara lain peningkatan batas atas sanksi denda bagi penyedia jasa keuangan terhadap pelanggaran POJK Nomor 8 Tahun 2023 selain pelaporan; dan pengaturan untuk pelanggaran pelaporan,” kata OJK.
- Harmonisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur entitas baru yaitu Perusahaan Perseorangan.
- Pengaturan mengenai penundaan atau penghentian sementara transaksi yang diketahui atau diduga terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme, dan/atau pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
- Kewajiban penyampaian data untuk kebutuhan pengawasan melalui sistem pelaporan OJK. “Selanjutnya, OJK memberikan waktu transisi bagi penyedia jasa keuangan selama paling lama enam bulan sejak diterbitkannya POJK dimaksud untuk segera melakukan penyesuaian.”