Inggris Kirim Bukti ke AS Terkait Dua Algojo ISIS ‘The Beatles’

London – Inggris telah mengirimkan bukti kepada Amerika Serikat (AS) terkait dua tersangka militan ISIS yang membuka jalan untuk persidangan mereka. Itu terjadi setelah Pengadilan Tinggi Inggris menolak permintaan ibu dari salah satu tersangka untuk memblokir transfer informasi.

Alexanda Kotey dan El Shafee Elsheikh adalah dua anggota ISIS yang dijuluki “The Beatles”, yang berada di balik pembunuhan para sandera dari negara Barat. Keduanya, yang berada dalam tahanan militer AS di Irak, membantah tuduhan tersebut.

Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel, membenarkan bahwa Inggris telah meneruskan bukti yang dimilikinya terhadap kedua tersangka tersebut ke AS.

“Senang mengatakan bahwa bukti lebih lanjut untuk mendukung penuntutan Kotey & El Sheikh kini akhirnya ditransfer ke AS. Saya sangat berharap keadilan bagi para korban dan keluarga mereka sekarang akan dilayani,” tulis Patel dalam sebuah tweet.

Ibu dari salah satu tersangka sebelumnya memenangkan pertarungan hukumnya untuk mencegah bukti dari Inggris digunakan terhadap tersangka di pengadilan AS. Namun keputusan Pengadilan Tinggi pada hari Selasa mencabut larangan itu.

Anggota geng ISIS ‘The Beatles’ diduga bertanggung jawab atas kematian sandera di Irak dan Suriah pada 2014. Para korban – termasuk jurnalis Amerika dan pekerja bantuan Inggris – dipenggal dan kematian mereka direkam serta disiarkan di media sosial.

Di antara para korban adalah jurnalis foto Inggris John Cantlie – yang diculik pada 2012 di Suriah bersama dengan reporter AS James Foley.

Adik Cantlie, Jessica Pocock, mengatakan kepada wartawan BBC Frank Gardner tentang kelegaannya bahwa mereka yang dituduh akan dimintai pertanggungjawaban.

“Kami hanya ingin keduanya menghadapi keadilan,” katanya.

“Keluarga dari semua orang Amerika dan semua orang Inggris yang diambil, jadi itulah David Haines, Alan Henning dan John Cantlie mereka membutuhkan tidak kurang dari pengadilan yang adil,” imbuhnya seperti dilansir dari BBC, Rabu (23/9/2020).

AS meminta bantuan Inggris dalam kasus ini, tetapi hingga saat ini perselisihan hukum atas penggunaan hukuman mati menghalangi kerja sama tersebut. Bulan lalu, AS menjelaskan bahwa keduanya tidak akan dieksekusi jika terbukti bersalah.

Juru bicara Departemen Kehakiman AS Marc Raimondi mengatakan: “Kami senang dengan keputusan Pengadilan Tinggi Inggris.”

“Kami bersyukur bahwa pemerintah Inggris telah memberikan buktinya kepada kami dan menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan upaya kami,” sambungnya.

ISIS pernah menguasai wilayah seluas 88.000 km persegi yang membentang dari Suriah barat hingga Irak timur. Kelompok ini memberlakukan aturan brutal pada hampir delapan juta orang.