Bogor – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyerukan kepada masyarakat internasional dan negara-negara anggota PBB untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam upaya perwujudan perdamaian dunia, termasuk dalam memerangi terorisme dan radikalisme.
Demikian disampaikan Menlu RI pada pada Pertemuan Menteri Luar Negeri Perempuan (Women Foreign Ministers Meeting) di Montreal, Kanada, menurut keterangan tertulis dari KBRI Ottawa yang diterima di Jakarta, Selasa (25/9/2018).
“Sebagai bagian misi perdamaian PBB, perempuan memiliki kelebihan antara lain dalam hal kemampuan persuasi, penerimaan oleh masyarakat lokal, serta perlindungan bagi kalangan sipil dari kekerasan seksual serta kekerasan berbasis gender,” ujar Menlu Retno seperti diwartakan Antaranews.com, Selasa (25/9/2018).
Indonesia saat ini merupakan salah satu negara penyumbang terbesar pasukan perdamaian PBB dengan jumlah personil sekitar 3.500 orang, dan 111 orang di antaranya adalah perempuan.
Untuk mendorong peningkatan partisipasi perempuan, pemerintah Indonesia mengusulkan pembentukan gugus tugas khusus PBB yang mengawasi pengiriman personil perempuan dalam misi perdamaian.
Selain itu, pemerintah RI mengusulkan adanya satu unit pasukan perdamaian yang hanya beranggotakan personil perempuan untuk ditugaskan pada wilayah konflik yang rawan bagi perempuan dan anak-anak.
Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia juga terus mendorong penyiapan personil perempuan dalam misi pemeliharaan perdamaian. Hal itu dilakukan dengan memasukkan perspektif gender dalam kurikulum pelatihan Pusat Pelatihan Misi Pemeliharaan Perdamaian di Sentul, Bogor.
Dalam pertemuan yang digagas oleh Menlu Kanada dan Uni Eropa itu, Menlu RI juga mendorong penguatan kerja sama global untuk memerangi aksi terorisme, termasuk melalui peningkatan peran perempuan dalam program deradikalisasi.
Menurut Menlu Retno, peningkatan peran perempuan dalam program deradikalisasi sangat bermanfaat untuk merespons fenomena pelibatan perempuan dan anak-anak dalam aksi terorisme yang marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
“Pemberdayaan perempuan menjadi faktor kunci dalam mengatasi radikalisme dan terorisme, dan harus dimulai pada lingkup komunitas,” kata Retno.
Pertemuan Menlu Perempuan yang pertama itu dihadiri oleh para Menlu dari 15 negara, yaitu Andorra, Bulgaria, Kosta Rika, Ghana, Guatemala, Indonesia, Kanada, Kenya, Namibia, Norwegia, Panama, Saint Lucia, Afrika Selatan, Swedia dan Uni Eropa. Turut hadir pula sebagai undangan Menlu Jepang.
Beberapa isu utama yang dibahas dalam pertemuan itu, antara lain pemberdayaan partisipasi politik, dan kepemimpinan perempuan, penguatan demokrasi, peran dalam perdamaian dan keamanan internasional, serta penghapusan kekerasan berbasis gender.
Di sela-sela pertemuan, Menlu RI juga melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Swedia, Bulgaria, dan Panama, serta melakukan interaksi dengan perwakilan organisasi masyarakat sipil di bidang perempuan dan perdamaian.
Selama di Montreal, Menlu juga berkesempatan mengunjungi Kantor Kepentingan Indonesia pada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).