TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guna menghilangkan pola pikir Pancasila sebagai perwujudan Orde Baru yang saat ini mulai mengkristal, perlu dilakukan Radikalisasi Pancasila. Hal ini diutarakan pengamat politik Dr Yudi Latif dalam Diskusi Panel Serial dengan tema “Sejarah Peradaban dan Pancasila” yang diselenggarakan Yayasan Suluh Nuswantara Bakti di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (5/9/2015).
Radikalisme Pancasila ini maknanya antara lain mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara. Mengembangkan Pancasila sebagai ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu. Mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antar sila, dan korespondensi dengan realitas sosial dan Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan vertikal dalam hal ini negara menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal dan menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara.
“Sementara proses radikalisasi itu sendiri untuk membuat Pancasila menjadi lebih operasional dalam kehidupan dan ketatanegaraan, sanggup memenuhi kebutuhan praktis atau pragmatis dan bersifat fungsional,” kata Yudi Latif. Menurut Yudi, kejatuhan Orde Baru dan keefektifan serta kegunaan Pancasila harus dipisahkan. Hal ini karena Pancasila merupakan nilai dan pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen yang didengungkan Orde Baru adalah tindakan atas nilai yang kecil atau besar bergantung pada subyektivitas Orde Baru pada masa lalu.
Pada kesempatan yang sama Dr Daud Aris Tanudirjo menyatakan dunia terus mengalami perubahan. Saat ini dunia mengalami perubahan yang cukup besar dalam konstelasi hubungan antar kekuatan dan kekuasaan. Bangsa-bangsa Eropa dan Amerika rupanya sedang mengalami penurunan. Kini sedang terjadi pergeseran arena dari Trans-Atlantic menuju Trans Indo-Pacific, yang seakan mengulangi sejarah di masa lampau.
Perubahan itu harus segera menyadarkan bangsa Indonesia untuk mengambil posisi yang tepat, sehingga dapat berperan serta dan mengambil keuntungan dari meningkatnya poros India-Tiongkok. Bangsa Indonesia harus segera menyatukan diri dan mengurangi perbedaan yang kian mengemuka agar dapat segera mengambil peran yang seharusnya.
Dengan mengambil posisi yang tepat, bangsa Indonesia akan dapat berperan dan mengambil keuntungan dari pergeseran ke Trans Indo-Pacific. “Pada masa lalu, Sriwijaya dan Majapahit mampu membuktikan jika kita bisa, mereka harus menjadi referensi dan inspirasi dan bukan hanya menjadi tempat nostalgia,” kata Daud Aris Tanudirjo.
Sumber: tribunnews.com