Manila – Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Filipina terus menguatkan kerjasama dalam bidang penanggulangan terorisme. Hal tersebut ditunjukkan saat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme selaku Delegasi RI menghadiri acara 2ndJoint Working Group on Combating International Terrrorism (JWG on CIT) yang berlangsung di AG New World Manila Bay Hotel, Manila, Filipina, Selasa (31/7/2018).
Pertemuan tersebut merupakan implementasi dari kesepakatan antara kedua negara yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) on Combating International Terrorism antara BNPT dengan Anti-Terrorism Council (ATC) Filipina, yang telah ditandatangani pada 23 Mei 2014 lalu di Manila. Selain itu pertemuan tersebut juga menindaklanjuti hasil pertemuan JWG on CT yang pertama, yang sebelumnya telah diselenggarakan di Jakarta pada 10 Agustus 2018 lalu.
Delegasi RI Indonesia yang hadir dalam pertemuan tersebut yakni Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT, Irjen Pol. Drs. Hamidin selaku pimpinan delegasi dengan didampingi Direktur Regional dan Multilateral BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, S.IP, SH, MA.
Dalam sambutannya Irjen Pol. Hamidin menyambut baik dan menyampaikan ucapan terima kasih atas terselenggaranya pertemuan ke-2 JWG on CIT tersebut. Irjen Hamidin mengingatkan kembali bahwa pertemuan kedua ini merupakan upaya tindaklanjut pertemuan sebelumnya di Jakarta, di mana pertemuan pada 10 Agustus 2017 yang lalu telah menyepakati beberapa hal.
“Beberapa hal yang telah disepakati pada pertemuan pertama antara lain terkait pertukaran informasi dalam hal kontrol perbatasan, keamanan maritim, legislasi anti-terorisme, kerja sama pertahanan, penegakan hukum/ penuntutan dan investigasi, pembiayaan keamanan dunia maya, teroris, kontra deradikalisasi dan mencegah/melawan ekstremisme kekerasan. Selain itu juga pemutakhiran aktivitas kelompok Abu Syayaf dan kondisi di Marawi,” ujar Irjen Pol. Hamidin.
Mantan Direktur Pencegahan BNPT ini juga mengatakan bahwa pertemuan tersebut menyepakati untuk mengamandemen MoU kerjasama dalam Penanggulangan Terorisme Internasional yang sebelumnya telah ditandatangi pada tahun 2014 lalu.
“Dan fokus amandemen MoU tersebt ada pada areas and scope of cooperation. Selain itu, diharapkan agar Work Plan yang diajukan oleh Pemerintah Filipina dapat difinalisasi pada Pertemuan ketiga JWG on CIT yang rencananya akan diselenggarakan pada awal bulan Juli 2019 di Indonesia dengan memperhatikan kesepakatan terhadap amandemen MoU,” ujar alumni Akpol tahun 1987 ini.
Sementara itu Delegasi Filipina yang dalam hal ini dipimpin oleh Wakil Menteri dari National Security Council (NSC), L. Carlos dalam sambutannya juga menyampaikan simpati atas terjadinya insiden teror yang terjadi di Surabaya dan bencana gempa bumi yang terjadi di Lombok pada 29 Juli 2018.
“Dalam kesempatan ini kami juga menyampaikan rencana keikutsertaan kami pada Sub-Regional Meeting on Counter-Terrorism yang akan diselenggarakan pada tanggal 6 Agustus 2018 mendatang di Lombok,” ujar L. Carlos
Pertemuan itu sendiri terbagi dalam tiga sesi dengan agenda diantaranya membahas tentang pertukaran pandangan tentang jaringan teroris Internasional dan Regional, Penilaian ancaman teror dalam situasi domestik, dan tindakan / kebijakan penanggulangan teror tnternal; Diskusi tentang MoU; dan (iii) Draft rencana kerja pada tujuh bidang kerjasama
Pada sesi pertama delegasi Filipina yang diwakili oleh Assistant Director National Intelligence Coordinating Agency (NICA), menyampaikan bahwa terdapat sejumlah faktor, baik internal mapun eksternal yang meningkatkan ancaman oleh teroris lokal seperti halnya yang terjadi di Marawi.
“Kondisi di Marawi merupakan refleksi bagaimana kelompok-kelompok lokal tersebut memanfaatkan dan mengeksploitasi kondisi marginalisasi yang terjadi pada masyarakat Muslim di Mindanao, dengan menggunakan pengaruh paham ISIS/D’aesh dalam merekrut dan merencanakan aksi teror di Marawi. Oleh karena itu Mindanao tetap menjadi wilayah yang rentan terhadap kelompok teroris lokal,” ujar perwakilan dari NICA tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Irjen Pol Hamidin menekankan bahwa permasalahan terorisme di Filipina menjadi perhatian yang besar bagi Indonesia selama ini. Hal terebut mengingat akan keterkaitan secara historis maupun tradisional antara kelompok teroris di Indonesia dengan Filipina. Dan Indonesia sendiri berkomitmen untuk terus mendukung proses perdamaian di Mindanao..
“Sejak 2008 hingga 2018 Indonesia secara konsisten telah menempatkan sejumlah personel baik sipil maupun militer sebagai bagian dari tim monitoring internasional untuk memantau implementasi kesepakatan damai antara pemerintah dengan MILF, perkembangan keamanan dan kemanusiaan, termasuk memberikan bantuan ekonomi,” ujar mantan Kasubden Penindakan Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror Polri ini.
Sementara itu, tim Penanggulangan Foreign Terrorist Fighters (FTF) BNPT menyampaikan perkembangan ancaman terorisme di Indonesia yang ditandai dengan munculnya trend pelibatan wanita dan anak-anak dalam serangan teror sebagaimana yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu.
“Ancaman terorisme di Indonesia kemudian berkembang menjadi empat tipe/kategori, yaitu secara struktural. berdiri sendiri, intoleransi dan aktor yang tidak diduga sebelumnya. Selain itu juga ada penyalahgunaan internet dan media sosial oleh kelompok teroris tersebut baik untuk propaganda maupun rekrutmenm” ujar perwakilan tim FTF BNPT tersebut
Lalu pada sesi tentang Diskusi maslah MoU pihak Delegasi RI mendorong adanya tinjauan ulang terhadap MoU, khususnya pada pasal mengenai Areas and Scope of Cooperation sebagaimana kesepakatan kedua pihak pada pertemuan JWG pertama. Review MoU tersebut menggarisbawahi pentingnya kedua pihak untuk memperbaharui lingkup kerjasama dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan terorisme baik di level domestik maupun kawasan.
Turut juga mendampingi Ketua Delegasi RI adalah sejumlah perwakilanKementerian/Lembaga ( K/L) terkait, yaitu dari Kementerian Luar Negeri, Kemenko Polhukam, BIN dan perwakilan Kedutaan Besar RI di Manila. Sementara anggota delegasi Filipina terdiri dari perwakilan ATC, National Intelligence Coordinating Agency (NICA), PNP, Department of Foreign Affairs, Kementerian Transportasi, Imigrasi, Biro Investigasi, Angkatan Bersenjata Filipina dan Coast Guard.