Jakarta – Koordinator nasional Gusdurian, Alissa Qotrunnada Munawaroh atau Alissa Wahid menilai pemerintah Indonesia berhasil mencegah warganya agar tidak terpengaruh dengan gerakan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di Timur Tengah.
“Memang masih ada warga negara Indonesia yang terprovokasi dengan gerakan ISIS dan melibatkan diri dalam konflik di Irak dan Suriah itu, namun prosentasenya kecil sekali,” ujar Alissa dikutip dari laman resmi NU, Minggu (9/8).
Jumlah WNI yang terlibat dalam konflik ISIS angkanya hanya 1.000an. Sedangkan jumlah penduduknya 200 juta lebih. Namun demikian, meski dari sisi kuantitas kecil kewaspadaan tetap harus terus ditingkatkan jangan sampai lengah.
Apalagi hingga kini meski pemerintah dan masyarakat sudah bekerja keras untuk membentengi rakyat terutama generasi muda dari ancaman paham radikalisme dan terorisme.
“Namun proses radikalisasi tetap saja masih berlangsung terutama di kampus-kampus perguruan tinggi,” jelas dia.
Ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi para pimpinan perguruan tinggi untuk menghentikannya. Tugas ini tidak ringan dan tidak mungkin perguruan tinggi mengerjakannya sendiri.
Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta harus bekerja keras dan menjalin kerja sama dengan masyarakat untuk membersihkan diri dari pengaruh berbagai ideologi yang mengancam keselamatan bangsa.
“Masih berlangsungnya proses radikalisasi itu bisa dilihat dari masih maraknya perilaku intoleransi di masyarakat kampus yang nyaris tidak bisa dibendung, sehingga menjadikan bayang-bayang radikalisasi kampus terus menggelayuti dunia pendidikan nasional,” beber dia.
Intoleransi merupakan benih dan pemicu awal berkembangnya radikalisasi. Karena itu harus ditempuh upaya-upaya dini agar jangan sampai gerakan intoleransi menyusup ke lingkungan kampus baik mahasiswa, dosen maupun karyawan dan lingkungan di sekitar kampus.