Jakarta – Pertukaran informasi dengan negara tetangga menjadi langkah penting dalam rangka penanggulangan terorisme secara global maupun lokal. Itu terlihat dengan kembali hadirnya delegasi Turki ke Indonesia untuk lebih mengintensifkan kerjasama penanggulangan terorisme, terutama foreign terrorist fighter (FTF).
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H terkait pertemuan dengan delegasi dari Turki di gedung BUMN Jakarta, Kamis (16/11/2017). Menurutnya, Turki sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Suriah dan Irak, yang menjadi basis dari kelompok terorisme ISIS, dapat memberikan banyak informasi penting bagi Indonesia terkait penanggulangan terorisme.
“Banyak informasi yang bisa kita gali dari negara Turki terutama terkait masalah deportasi dan juga cara mengatasi mereka yang baru saja kembali dari daerah konflik,” kata Kepala BNPT.
Pertemuan yang merupakan lanjutan dari kunjungan kepala BNPT ke Turki pada Mei 2017 ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Turki terutama dalam hal penanggulangan terorisme. “Semoga pertemuan ini memberikan manfaat buat kita untuk lebih dini mendapatkan informasi bagaimana mengatasi permasalahan terorisme di dalam negeri,” imbuh Kepala BNPT.
Dalam diskusi lebih lanjut yang dipimpin oleh Deputi Kerjasama Internasional BNPT, Irjen Pol Drs. Hamidin, delegasi dari Turki dan Indonesia saling bertukar informasi terkait kebijakan penanggulangan terorisme di negara masing masing. Salah satu hal yang disampaikan oleh pihak BNPT adalah penguatan soft-approach dalam menangani terorisme di Indonesia.
“Kita sangat mengutamakan soft-approach melalui program deradikalisasi dan ada 3 komponen utama dalam deradikalisasi BNPT, yaitu Ulama, Mantan Teroris, dan Masyarakat,” jelas Deputi bidang Kerjasama Internasional BNPT.
Peningkatan Kewaspadaan akan FTF
Dalam pertemuan di gedung BUMN Jakarta, delegasi Turki banyak memberikan informasi terkait Foreign Terrorism Fighter (FTF). Ketua Delegasi dari Turki mengatakan bahwa Indonesia harus mewaspadai gelombang returnee.
“Ada 3 negara yang menjadi tujuan para returnee dari Irak dan Suriah, yaitu Libia, Yaman, dan Filipina. Indonesia harus waspada, terutama di wilayah yang dekat dengan Filipina. Proses kembali ini berlangsung sangat cepat,” jelas Ketua Delegasi Turki.
Terkait FTF, pihak BNPT berharap lewat kerja sama ini, pihak Turki dapat memberikan informasi yang cepat kepada Indonesia terkait dengan deportan atau kelompok radikal-terorisme yang ada di Turki.
“Kita tahu bahwa Turki adalah pintu masuk dan keluar kelompok radikal dan teroris terutama FTF, termasuk warga negara kita,” kata Hamidin.