Indonesia bukan Darul Harb, melakukan Bom Bunuh diri adalah Kegiatan Kekufuran

Makassar – Aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, beberapa waktu lalu, meninggalkan pesan yang masih sama, yakni terkait dengan jihad. Suatu pesan mengorbankan diri dengan cara aksi bom bunuh diri sebagai jihad perintah agama. Kesalahan pemahaman ajaran agama tersebut tidak lekang hingga kini. Padahal, dalil bahwa bom bunuh diri bukan bagian jihad sudah cukup jelas. Yang mana aksi bom bunuh diri itu sendiri dilarang dalam agama Islam.

Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc, MA, turut mengutuk keras aksi keji yang dilakukan oleh oknum yang megatasnamakan Islam beberapa waktu lalu itu. Dirinya menyebut aksi tindakan tersebut tidaklah sesuai dengan prinsip dan ajaran islam, serta menyebut aksi tersebut merupakan sebuah kekufuran.

“Pada prinsipnya Islam melarang keras apapun alasannya itu melakukan tindakan bom bunuh diri. Dan dalam beberapa referensi, bahwa orang yang melakukan bom bunuh diri itu adalah kegiatan kekufuran. Jadi matinya mati kafir,” ujar Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc, MA, di Makassar, Rabu (14/12/2022).

Dirinya melanjutkan, tiada sekalipun pembenaran atas aksi teror bahkan dalam situasi perang sekalipun, Muammar menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW pun juga melarang bom bunuh diri. Sedangkan Indonesia merupakan negara dengan kondisi aman, bukan Darul Harb atau negara musuh seperti yang dianggap oleh kelompok radikal.

“Dalam situasi perang pun Islam, Nabi (Muhamma) SAW melarang melakukan bom bunuh diri itu sendiri, apalagi kondisi negara aman. Negara kita ini bukan Darul Harb, Indonesia itu bukan Darul Harb,” katanya menegaskan.

Pria yang merupakan Pemimpin Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah ini, juga mengatakan pemaknaan jihad, kafir dan thagut yang salah serta mentah, kerap menjadi bekal bagi oknum tertentu untuk melakukan aksi terror. Bahkan, Muammar menilai, kekeliruan penafsiran makna tersebut, tidak lebih adalah sebuah pembajakan agama.

“Istilah-istilah itu yang sering disalah pahami oleh kelompok tertentu. Bahkan biasanya tema-tema seperti ini mereka itu ya boleh dikatakan membajak Islam ya, jadi memaknai keliru arti jihad itu sendiri,” ucap Sekertaris Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan ini.

Pasalnya, menurut Anggota Majelis Ahli Forum Kajian Cinta Al Quran Sulawesi Selatan ini, jika merujuk pada Al-Quran  maupun Hadits, maka jihad merupakan suatu kegiatan yang suci. Jelas objeknya, jelas sasarannya dan jelas niatnya.

 “Sementara yang melakukan tindakan bom bunuh diri ini sama sekali tidak jelas musuhnya, targetnya juga tidak jelas dan visinya tentu sudah sangat berbeda jauh dengan nilai-nilai jihad,” ungkap Muammar.

Muammar juga menyebut, sebagaimana terorisme yang merupakan extraordinary crime, maka sudah menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen yang ada untuk merangkul dan menyadarkan kembali anak bangsa yang sudah kehilangan jati diri ke-Indonesiaannya akibat terjerat virus ideologi radikal dan terorisme tersebut.

“Saudara kita ini yang mengaku Islam, mengaku orang Indonesia, tapi kemudian terdoktrin oleh guru yang keliru, oleh bacaan dan referensi yang keliru. Maka saya kira memang bisa dikatakan korban. Perlu kita bantu mereka supaya keluar dari paham radikal seperti itu, dengan men-derad (dikalisasi)  mereka,” jelasnya.

Dirinya melanjutkan, kerjasama seluruh komponen bangsa, termasuk pemerintah dan para tokoh, guna mencegah paham ini kian merisak masuk di tengah masyarakat, sejatinya harus dilakukan dengan simultan secara bottom-up dan top-down.

Top Down itu kita maksimalkan peran pemerintah. Jadi pihak penguasa ini saya kira memang saatnya untuk melihat kembali, misalnya situs-situs media sosial lainnya yang menjadi propaganda,” tutur Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini.

Tidak sampai disitu, pelibatan terhadap masyarakat dan pelibatan tokoh agama menurut Muammar juga dibutuhkan untuk mengisi konten-konten yang moderat,  keislaman yang rahmatan lil alamin. Mengisi media sosial dengan nilai-nilai wasatiyah, moderasi beragama juga perlu dilakukan agar semakin masif dibaca oleh masyarakat.

Terakhir, pria kelahiran Makassar, 22 November 1973 silam ini, juga berpesan kepada seluruh lapisan masyarakat, bahwa Indonesia adalah role model dan menjadi negara sebagai hasil pengkiasan para ulama dengan negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad. Sehingga Pancasila dan  kebhinekaan itu sangat relevan dengan nilai-nilai yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW ketika membangun state di Madinah.

“Jadi Pancasila adalah jihad para ulama untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan ideologi Pancasila, itu sesungguhnya sangat Islami sehingga tidak perlu lagi kita mencari model-model yang lain, yang sampai mendistorsi nilai-nilai Islam sendiri,” kata Muammar mengakhiri.