Jakarta – Dalam menghadapi dan menanggulangi masalah terorisme dan radikalisme tidak hanya dialami oleh Indonesia. Isu-isu demikian merupakan isu kelas dunia yang perlu ditangani dengan usaha tingkat dunia pula. Berkaitan dengan hal tersebut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama National Coordinator for Security and Counterterrorism (NCTV) atau Badan Anti Teror Kerajaan Belanda p
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, bersama Kepala NCTV, H.W.M Schoof dengan disaksikan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia, Rob Swartbol, di kantor perwakilan BNPT yang berada di salah satu Gedung kantor Kementerian di Jakarta, pada Rabu (18/07/2017) petang.
Kepala BNPT Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, M.H, mengatakan bahwa penanggulangan terrorisme yang selama ini dilakukan oleh BNPT dinilai menarik bagi Belanda. Hal ini terkait dengan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar serta pendekatan yang digunakan oleh BNPT selama ini dalam melawan terorisme.
“Terlebih isu Foreign Terrorists Fighters (FTF) returnees merupakan isu baru bagi Belanda. Selain demi pembelajaran, kedua belah pihak mengharapkan pertukaran informasi seiring dengan adanya penandatanganan MoU,” ujar Komjen Suhardi Alius, disela-sela acara MoU tersebut.
Mantan Kabareskrim Polri ini menjelaskan, ketertarikan NCTV untuk melakukan kerjasama dengan BNPT karena Kerajaan Belanda telah melihat bagaimana BNPT dapat memproses teroris itu menjadi mantan teroris. Mantan Kabareskrim Polri ini pun mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat dilakukan dengan program Deradikalisasi BNPT yang unik dan efektif.
“Pendekatan yang dilakukan dalam program ini jarang ditemui di negara lain, yang melibatkan ulama, aparat, psikolog dan sosiolog. Mereka ini dapat berinteraksi secara langsung dengan narapidana teroris dalam tahanan,” ucap Alumni Akpol tahun 1985 ini.
Mantan Sekeretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini pun juga mengingatkan kepada pihak NCTV untuk selalu waspada bahwa kini perempuan juga dapat menjadi teroris. “Hal itu setelah dilakukan pengamatan dan deteksi oleh pihak aparat keamanan kita dan akhirnya kita berhasil menggagalkan rencana-rencana yang akan mereka lakukan,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini
Sementara itu Schoof dalam sambutannya mengatakan bahwa MoU ini akan memperkuat kerjasama antara kedua belah pihak. Ia juga menekankan pentingnya penandatangan MoU antara dua organisasi dari dua negara ini. “Meskipun kita hari ini menandatangani MoU, namun Presiden Indonesia Joko Widodo dan Prime Minister Belanda, Mark Rutte kerap menyebut adanya MoU ini selama G20 Summit lalu di Hamburg, German. Maka ini penting untuk direalisasikan,” kata H.W.M Schoof.
Berkaca dari kejadian terrorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia seperti di Brussel, Paris dan German menyadarkan ancaman aksi terorisme di negara mereka dapat terjadi. Bagi NCTV, isu-isu yang menjadi fokus saat ini ialah FTF returnees, aktifnya Al-Qaeda & ISIS, violent extremism serta cyber crime.
“Tidak hanya itu, bahkan anak dari teroris cukup menjadi perhatian bagi kami, dimana anak-anak minimal berusia 9 tahun yang biasa tinggal di lingkungan teroris umumnya memiliki pemahaman radikal serta mahir menggunakan senjata api,” katanya.
Selain itu menurutnya, media sosial juga ikut menjadi perhatian bagi NCTV, dimana teroris dan ektrimis menggunakan media sosial sebagai bentuk marketing dan perekrutan anggota. “Dalam menangani isu media sosial, kami juga mengadakan kerjasama dengan media sosial ternama yang kerap digunakan teroris, seperti Facebook dan Twitter,” kata Schoof mengakhiri.
Turut hadir dalam acara MoU tersebut yakni Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT, Irjen Pol Drs. Hamidin dan para pejabat esolon II dan III lainnya di lingkungan Kedeputian III BNPT.