Jakarta- Sebanyak 32 biksu dari Thailand, Malaysia, dan Indonesia melakukan ritual thudong atau berjalan kaki menuju Candi Borobudur jelang Perayaan Waisak 2567 BE, Minggu (4/6/2023). Ritual tapak tilas atau perjalanan spiritual ini diinisiasi oleh biksu asal Indonesia, Bhante Kantadhammo atau Bhante Wawan.
Selama thudong, para biksu akan melewati Kota Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek, Cirebon, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kendal, Semarang, Ambarawa, dan Magelang. Mereka bakal singgah di rumah umat dan beberapa tempat ibadah, antara lain Vihara Buddha Dharma, Vihara Sariputra Cikarang, Vihara Buddha Loka, dan Klenteng Liong Hok Bio. Kemudian, para biksu juga akan bermalam di kediaman Habib Luthfi bin Yahya, Kansuz Sholawat, Kelurahan Noyontaan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Kamis (25/5/2023).
Bhante Wawan menuturkan, rencana tersebut berawal dari undangan Habib Luthfi. Mereka sempat bertemu di Cirebon sekitar tiga bulan lalu. “Kebetulan sewaktu beliau datang ke Cirebon, kami sempat ketemu. Habib salaman dengan saya dan bilang harus mampir,” ujar Bhante Wawan pekan lalu.
“Saya bilang, bukan hanya mampir, tapi saya akan bermalam di tempat Habib,” ujarnya.
Ritual thudong selama sekitar 30 hari di Indonesia didukung oleh Yayasan Maha Kassapa Thera di Cirebon. Ketua Yayasan Maha Kassapa Thera Welly Widadi mengungkapkan, rencana bermalam di kediaman Habib Luthfi tercetus dalam sebuah acara kirab kebangsaan. Ketika itu, Bhante Wawan mengutarakan rencana ritual thudong kepada Habib Luthfi. Bak gayung bersambut, Habib Luthfi lantas mengundang para biksu untuk menginap di Pekalongan.
“Beliau mengutarakan kalau nanti lewat Pekalongan untuk mampir ke tempat Habib Luthfi. Itu makanya saat nanti lewat Pekalongan, kami sowan ke Habib,” ujar Welly.
Rencana ini pun didukung oleh Kementerian Agama. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Supriyadi mengatakan, pemerintah memberikan dukungan terhadap kegiatan keagamaan yang mengedepankan toleransi.
“Dalam rangka tahun kerukunan, pemerintah memberikan support atas seluruh kegiatan untuk mewujudkan kerukunan, kehidupan yang damai dan harmonis di Indonesia,” ucap Supriyadi.
Perjalanan spiritual Adapun para biksu memulai ritual thudong dengan berjalan kaki dari Nakhon Si Thammarat, sebuah kota di selatan Thailand, pada 23 Maret 2023. Selanjutnya, mereka berjalan melewati Malaysia dan Singapura.
Setelah beristirahat selama tiga hari di Singapura, para Biksu melanjutkan perjalanan dan tiba di Pelabuhan Internasional Harbour Bay, Kota Batam, pada Senin (8/5/ 2023). Dari Batam, mereka menuju Jakarta menggunakan pesawat dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu (10/5/2023).
Selama melakukan thudong, para biksu hanya makan satu kali sehari, menerima makanan serta minuman dari sedekah umat, dan bermalam di suatu tempat pada malam hari. Bhante Wawan mengatakan, thudong merupakan perjalanan spiritual yang pernah dilakukan Sang Buddha dan para murid. Di negara-negara Buddhis, thudong kerap dipraktikkan oleh biksu khamatama atau biksu dhutanga yang tinggal di hutan.
“Kami mengikuti zamannya Sang Buddha dan para bhikkhu yang tradisinya masih alami, benar-benar mereka mempraktikkan dhutanga ini,” ujar Bhante Wawan.
Menurut Bhante Wawan, biksu dhutanga biasanya hanya makan satu kali sehari, tidak mau menerima pakaian yang bagus dan tidak menerima uang. Bahkan ada pula biksu yang tidak mau berbaring ketika tidur. Mereka terlelap dalam posisi duduk.
Dengan menggelar thudong, Bhante Wawan juga ingin menunjukkan eksistensi biksu dhutanga kepada umat Buddha dan tradisi Sang Buddha masih berjalan.
“Saya mau menunjukkan, khususnya untuk masyarakat Indonesia, bhikkhu dhutanga itu masih ada sampai sekarang. Memang jumlahnya sedikit tapi benar-benar masih ada, belum hilang,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional Bhante Dhammavuddho. Ia mengatakan, ritual thudong dilakukan Sang Buddha ketika saat itu belum ada wihara dan tempat tinggal. Para bhante pada zaman itu, kira-kira 2.500 tahun yang lalu, tinggal dari hutan ke hutan.
“Jadi para bhante itu diberikan kesempatan oleh Sang Buddha untuk tinggal di tiga tempat, yakni hutan, gunung atau gua, kemudian permakaman yang sepi,” ujarnya.
Bhante Dhammavuddho menuturkan, ritual thudong ini kali pertama dilakukan di Indonesia dan bertepatan dengan Hari Raya Waisak. Hari Trisuci Waisak memperingati tiga kejadian luar biasa dalam kehidupan Buddha, yaitu peristiwa kelahiran (623 SM) di Nepal, pencerahan (588 SM) dan kemangkatan (543 SM) di India Utara.
Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari yang sama, dengan tahun berbeda, yaitu hari purnama raya di bulan Waisak. Menurut Bhante Dhammavuddho, ritual ini diharapkan bisa melatih kesabaran para biksu selama perjalanan.
“Karena Sang Buddha bilang kesabaran adalah praktik Dharma yang paling tinggi. Mereka merasakan panas, hujan, pengap, makan cuma sehari sekali, minuman seadanya. Jadi mereka melatih diri seperti ini,” tutur dia.