Makassar – Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., menegaskan pemahaman Islam yang sempit adalah pemicu munculnya sikap radikal dalam beragama. Dia berpendapat belajar Islam tidak bisa secara instan langsung di ranting, melainkan harus dimulai sejak dari akar.
Hal itu disampaikan Kiai Nasaruddin saat menjadi pemateri pada kegiatan Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme di kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu (1/11/2017). Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Selatan.
“Orang yang masih menyalah-nyalahkan, bahkan mengkafir-kafirkan amalan keagamaan orang lain, berarti dia harus belajar lagi ilmu agama. Dan belajar agama Islam harus dimulai dari akarnya, tidak bisa mendadak langsung dari rantingnya,” kata Kiai Nasaruddin.
Kampus, lanjut Kiai Nasaruddin, harus menunjukkan perannya dalam memberikan pencerahan keagamaan kepada masyarakat. “Jika kampus salah mempersepsikan Islam, maka akan melahirkan kelompok garis keras. Islam itu ramah, Islam itu cinta dan senyum, Islam tidak mengajarkan kekerasan,” tegasnya.
LDK sebagai perwujudan peran kampus dalam pencerahan keagamaan ke masyarakat, saran Kiai Nasaruddin, harus mampu menampilkan dakwah yang santun. Dialog adalah wujud dakwah santun yang disarankan dilakukan.
“Akan tetapi jangan berdialog jika Anda masih merasa paling benar. Dialog itu pelajaran yang langsung dicontohlan oleh Allah (SWT), karena Allah juga berdialog dengan iblis dan setan. Berdialoglah dengan saling mencerahkan, sampaikan ajaran agama dengan tidak saling menyalahkan dan mengkafirkan,” urai Kiai Nasaruddin.
Dalam paparannya Kiai Nasaruddin juga mencontohkan peran Wali Songo dalam membawa dan menyebarkan ajaran Islam di seluruh pelosok Nusantara. “Mahasiswa adalah pencerah bagi masyarakat,” pungkasnya. [shk/shk]