Bogor – Memperingati Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-60 dengan tema
“Pemasyarakatan Pasti Berdampak”, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
menyelenggarakan optimalisasi program pembinaan narapidana terorisme
(napiter). Acara dengan tajuk “Ikrar Setia NKRI bagi Narapidana Tindak
Pidana Terorisme Serentak di Seluruh Indonesia” telah dilaksanakan
secara hybrid (daring dan luring), terpusat di Lapas Khusus Kelas IIA
Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Rabu (24/4/2024).
Agenda utama dari acara ini adalah penandatanganan ikrar setia
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bagi narapidana
yang terlibat dalam tindak pidana terorisme. Hal ini merupakan langkah
penting dalam memastikan bahwa narapidana terorisme tetap
mempertahankan kesetiaan dan ketaatan kepada negara serta mengikuti
proses pembinaan dengan baik.
Sekretaris Jenderal Pemasyarakatan, Supriyanto, Bc.I.P., S.Pd.,
menyampaikan bahwa engambilan sumpah ikrar setia warga binaan tindak
pidana terorisme ini dilaksanakan bukan hanya sebagai salah satu
syarat yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun
sebagai aktualisasi keberhasilan pembinaan para napiter yang didukung
oleh stakeholder terkait.
“Kegiatan ini turut menjadi indikator keberhasilan pembinaan WBP
terorisme, sesuai dengan tema peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan
yang ke-60 yaitu, ‘Pemasyarakatan Pasti Berdampak.’ Kegiatan ikrar ini
menjadi bukti salah satu keberhasilan pembinaan warga binaan, hasil
dari kerja keras Lapas, para wali napiter, dan para mitra yang
berintegritas dan berkomitmen tinggi mendukung suksesnya program
pembinaan,” ujar Supriyanto.
PLT Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Irjen. Pol. Drs Reynhard SP
Silitonga S.H., M.Si., menambahkan tentang pencapaian kinerja
pemasyarakatan untuk napiter. Dirinya menekankan, lembaga
pemasyarakatan memainkan peran penting dalam membina narapidana,
termasuk narapidana terorisme, untuk kembali menjadi anggota
masyarakat yang baik dan bertanggung jawab.
“Pembinaan Lapas dilakukan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, yang menekankan perlunya
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi warga binaan. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian
narapidana, agar mereka menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindakan kriminal,” ungkap Reynhard.
Reynhard menjelaskan, penilaian pembinaan juga didukung dengan adanya
instrumen SPPN (Standar Penilaian Pembinaan Narapidana) yang
menghasilkan penilaian objektif terhadap perjalanan proses pembinaan
narapidana.
Sebagai bagian dari upaya pembinaan, napiter diminta untuk menyatakan
ikrar setia kepada NKR). Dengan terucapnya ikrar setia, mereka
dianggap siap untuk kembali menjadi bagian aktif dalam masyarakat
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan hukum yang berlaku.
Ia berharap, dengan ikrar setia NKRI ini dapat memperkuat pembinaan
narapidana terorisme di seluruh Indonesia. Kolaborasi antar lembaga
pemasyarakatan dan narapidana dalam memperkuat semangat kebangsaan dan
kepatuhan terhadap hukum menjadi fokus utama dalam upaya pencegahan
terorisme di dalam penjara.
Selain itu, pelaksanaan ikrar setia pada NKRI ini memberikan
kesempatan terhadap para narapidana terorisme untuk menyatakan
komitmen mereka agar tetap setia kepada Negara Indonesia dan tidak
terlibat dalam aktivitas yang merugikan negara.
“Diharapkan ini menjadi langkah konkret dalam menjaga keamanan dan
ketertiban di dalam lembaga pemasyarakatan serta mencegah potensi
penyebaran paham radikal, baik di dalam maupun luar Lapas.