MENJELANG hari ulang tahun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT), sebagian besar masyarakat memberi perhatian sekaligus
penghargaan kepada BNPT. BNPT yang lahir pasca kasus Bom Bali yakni
melalui Perpres Nomor 46 Tahun 2010, telah mengalami berbagai
perkembangan dan evolusi serta teruji dengan berbagai tantangan dan
pengalaman tentunya dalam menghadapi kejahatan terorisme atau kegiatan
terkait lainnya.
Pada saat ini, publik dapat menilai ketika kasus aksi terorisme
menurun hampir di seluruh wilayah. khususnya dalam periode tahun
2019-2024. Di masa pandemi, kasus atau aksi terorisme menurun seiring
dengan menurunnya kegiatan masyarakat dan fokus perhatian pada
penanganan kesehatan.
Meski demikian BNPT terus melaksanakan kegiatannya dan alhasil menemui
indeks peningkatan, yang ditandai dengan menurunnya kasus terorisme,
misalnya di tahun 2023 yang menurun 56 persen. Hasil kinerja ini
memang boleh dibanggakan dan diberi penghargaan tinggi, namun tetap
tidak boleh menurunkan kewaspadaan.
Menilik dari berbagai pengalaman yang telah lalu, kasus dan aksi
terorisme yang berhasil dicegah atau ditanggulangi oleh BNPT maupun
lembaga lainnya, seperti Densus 88 Polri dan TNI, berawal dari
beberapa faktor seperti kemiskinan (ekonomi), ideologi, politik,
korban kejahatan, pengaruh lingkungan strategis global dan geopolitik,
serta penggunaan sarana agama. Kita harus sama-sama mengapresiasi
kerja seluruh elemen, termasuk Pemerintah maupun Pemerintah Daerah
selama ini, yang telah bersinergi untuk menanggulangi kejahatan
terorisme.
DPR dan Pemerintah pada 2018 lalu telah melahirkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Terorisme, dimana memberi peran
lebih kepada BNPT sebagi Koordinator kebijakan dan strategi nasional
terkait seluruh program penanggulangan terorisme. Peran ini termasuk
mengkoordinasikan program kesiapsiagaan nasional, deradikalisasi,
kontra-radikalisasi, kerjasama internasional, termasuk koordinator
penegakan hukum dan pemulihan atau pelindungan korban.
Penambahan dan penguatan peran, fungsi, dan kewenangan ini memang
harus dibayar dengan output kerja yang lebih besar dan berkualitas.
Oleh karenanya Komisi 3 DPR sebagai mitra kerja BNPT selalu melakukan
pengawasan dan evaluasi kerja program penanggulangan terorisme yang
dilakukan oleh BNPT. Saya akan memaparkan beberapa catatan evaluatif
tersebut.
Evaluasi Program Penanggulangan Terorisme
Kita telah mengetahui bersama bahwa kasus dan aksi terorisme sangat
menakutkan dan berdampak besar bagi masyarakat. Oleh sebab itu,
penanggulangan terhadap kejahatan terorisme tidak bisa dilakukan
dengan cara-cara biasa seperti penanggulangan kejahatan biasa.
Cara-cara luar biasa tersebut dapat tercermin dari peran dan fungsi
BNPT yang diatur dalam undang-undang. Bahkan lebih jauh lagi jika kita
kaji dan analisis bersama, terlihat bahwa undang-undang tersebut
mengatur terkait kebutuhan dalam kebijakan dan pelaksanaan di lapangan
melalui peran antar-lembaga yang sinergis dan strategis. Artinya,
harus menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya satu atau dua
lembaga atau pihak.
Metode untuk penindakannya juga memiliki perbedaan dengan program
pemberantasan atau penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP atau
undang-undang lain di luar KUHP. Hal ini karena dampak aksi terorisme
sangat merusak hingga mengancam stabilitas keamanan negara.
Penanggulangannya bahkan lebih dikedepankan cara-cara pencegahan dan
sinergisitas pre-emtif yang juga tidak seperti metode pencegahan
biasa.
Dalam catatan saya dan Komisi 3 DPR, peran ini telah dan masih
dijalankan oleh BNPT dengan baik, namun tentunya masih terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan.
Saya mengingatkan kembali bahwa sinergisitas merupakan kunci utama
keberhasilan BNPT. Oleh sebab itu, peran BNPT dalam mengawasi dan
mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan terorisme harus memiliki
jangkauan yang luas. Komisi 3 DPR dalam berbagai rapat kerja dengan
Pemerintah, khususnya BNPT maupun Polri, mengingatkan tentang peran
BNPT dan sinerginya dengan lembaga lain di daerah/wilayah. Forum
Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) di pusat maupun daerah
bersama dengan pihak masyarakat atau forum terkait lainnya harus dapat
melahirkan peran yang lebih aktif dan memiliki kegiatan operasional
rutin yang terstandarisasi atau memiliki roadmap. Kegiatan ini
terkadang di beberapa wilayah masih belum optimal. Hal ini tentunya
melahirkan celah dalam Kesiapsiagaan Nasional.
Terkait dengan kegiatan penindakan dan pengungkapan kasus terorisme
yang dilakukan oleh aparat yang masih bersinggungan dengan Hak Asasi
Manusia (HAM). Ke depannya hal ini akan selalu menjadi topik utama
dalam program atau kegiatan penanggulangan terorisme.
Sensitivitas dari dua hal ini memang tetap menjadi isu global,
mengingat luasnya cakupan kejahatan atau aksi terorisme. Undang-undang
telah memberi banyak keleluasaan, namun para pemangku dan pelaksana
kebijakan harus sangat berhati-hati, karena hal ini rawan untuk
dipolitisasi dan menjadi celah penegakan hukum. Netralitas dan
independensi harus dikedepankan demi kepentingan bersama sehingga
tidak boleh ada celah intervensi serta pengawasan melekat pada seluruh
insan dan anggotanya, terutama yang ada di lapangan.
Mengenai kesiapsiagaan kita dalam menghadapi perkembangan dan dinamika
masyarakat modern atau masyarakat 5.0 sesuai dengan perkembangan
teknologi dan informasi dalam era revolusi industri. Kita banyak
mengetahui permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengembangan
teknologi, data, informasi digital, dan infrastruktur di ruang siber
di Indonesia yang sangat rentan dan lemah, termasuk adanya celah-celah
yang dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu.
Hal ini tentu menjadi perhatian (alert) bagi seluruh pihak dalam
mengantisipasi aksi terorisme yang melibatkan dunia maya/ruang siber.
Serangan terhadap Pusat Data Nasional atau web pemerintah lainnya
tidak boleh dianggap enteng. Pemerintah harus lebih serius dan terus
mengembangkan diri dalam melakukan deteksi dini dan “siap siaga” dalam
mengantisipasi perkembangan serangan terorisme di sektor publik ini.
Perkembangan kejahatan terorganisir yang volatil, ambigu, random
(acak), dan tidak terprediksi tentu juga berpengaruh pada modus atau
evolusi kejahatan terorisme, radikalisme, ekstrimisme, maupun berbagai
eksklusivitas yang ekstrim dalam masyarakat. Kini mereka tertuju pada
sektor strategis masyarakat modern seperti ekonomi, keuangan, siber,
atau kesehatan, yang tidak menutup kemungkinan adanya serangan teror
pada sektor-sektor tersebut.
Kejahatan kini memanfaatkan teknologi yang sulit untuk terdeteksi
seperti penggunaan enkripsi atau uang kripto dalam pendanaan. Hal ini
tentu mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan nasional dengan
meningkatkan “kewaspadaan nasional” secara lebih jauh dan komprehensif
terhadap berbagai potensi serangan yang lebih progresif dan acak,
termasuk kebijakan dan infrastruktur peralatan dalam menghadapi
modernisitas aksi teror.
Pengaruh lingkungan strategis global dan geopolitik merupakan hal yang
harus diwaspadai dengan sebuah penguatan ketahanan nasional. Hal-hal
seperti perang antar negara (Ukraina-Rusia), perang dagang (RRT dan
Amerika Serikat), konflik Palestina-Israel, hingga eksistensi ISIS,
masih menjadi topik yang dapat membangkitkan semangat ekstrimisme dan
radikalisme dalam skala terorisme. Ketahanan harus dibangun secara
berkelanjutan dan konsisten sehingga masyarakat dapat teruji dalam
menghadapi isu dan propaganda permusuhan yang tidak jarang dihadapkan
pada negara dan saling benci antar masyarakat itu sendiri. Oleh sebab
itu, seluruh isu dalam kegiatan masyarakat yang mengarah pada konflik
dan pelanggaran HAM sudah sepantasnya juga menjadi perhatian BNPT.
Dalam menghadapi berbagai tantangan ke depannya, kolaborasi masih
menjadi kunci, mengingat BNPT juga lahir dari hasil kolaborasi
TNI-Polri-dan berbagai pihak terkait lainnya. Hal ini karena tugas dan
peran BNPT sangat berkaitan dengan sektor pertahanan dan keamanan
negara. Evolusi dan terobosan serta penetrasi ke berbagai sektor dalam
rangka deteksi dini kegiatan terorisme, menjadi tantangan BNPT ke
depan. Eksistensi BNPT akan diukur oleh publik, terutama dalam
meningkatkan kesiapsiagaan semua pihak dalam menghadapi ancaman
terorisme.
Kekuatan BNPT tidak lain harus dibarengi dengan sinergisitas seluruh
pihak, selain dari kemampuan “berakulturasi” atau keterpaduan dengan
seluruh elemen masyarakat. Dukungan dari seluruh pihak dalam mengisi
kelemahan sumber daya lembaga BNPT juga menjadi bukti keseriusan dan
komitmen Pemerintah dan seluruh pihak dalam memberantas terorisme.
(Dr. I Wayan Sudirta, S.H., M.H., anggota Komisi III DPR RI dari
Fraksi PDI Perjuangan)