Jakarta – Beberapa hari lalu, Kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
kembali menampakkan diri, setelah dibubarkan pemerintah. Tidak
tanggung-tanggung, mereka berani menggelar sebuah acara megah bertajuk
“Metamorfoshow : It’s Time to be One Ummah” di TMII. Kabarnya acara
diikuti 1200 anak muda dan juga eks petinggi HTI.
Ketua Prodi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik Global
Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhamad Syauqillah berpendapat
pemerintah harus menaruh perhatian adanya kelompok Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI). Pasalnya kelompok ini selalu mencari celah di tengah
berbagai macam agenda nasional. Kemunculan HTI merupakan sinyal kuat
bahwa organisasi transnasional ini masih eksis di Indonesia.
“Meskipun HTI sudah dibubarkan secara resmi oleh pemerintah, tapi
sejatinya sel-selnya masih tertancap kuat. Bayangkan, acara HTI
beberapa waktu lalu dihadiri oleh ribuan orang. Pesannya gamblang:
menegakkan khilafah,” tegas Syauqillah Rabu (21/02/2024).
Menurut Syauqillah, gerakan khilafah ini harus menjadi perhatian
pemerintah. Kita tidak boleh terlena dengan terjadinya tren penurunan
angka kejahatan terorisme akhir-akhir ini.
“Tetapi, pemikiran radikalisme dan ekstremisme yang berbahaya bagi
ideologi Pancasila dan keutuhan NKRI, masih mengemuka,” imbuhnya.
Ia mengatakan, era media sosial yang begitu bebas, akan sangat rawan
sekali warga netizen ikut terpapar dengan agitasi dan propaganda
kelompok radikalis-ekstremis.
“Kelompok yang rawan terhasut seperti perempuan dan anak muda, baik
milenial maupun gen-Z, sangat mungkin akan jadi sasaran target
kelompok radikal teror, untuk direkrut dan digalang sebagai simpatisan
baru,” tegasnya.
Terlebih saat ini, suasana politik nasional masih panas. Polarisasi
konfliktual di tingkat elite politik belum juga ada tanda-tanda
rekonsiliasi total.
“Kalau ketegangan pasca pemilu 2024 tersebut tidak dimitigasi dengan
cepat, kelompok teroris yang selama ini tertidur, akan bangun kembali,
lalu membonceng kerusuhan politik,” terangnya.
Oleh karena itu, Syauqillah mengingatkan pihak pemerintah mesti
meningkatkan tingkat kewaspadaan dan ketegasan terhadap kampanye paham
yang jelas bertentangan dengan Pancasila. Jika perlu dibuat aturan
yang tegas melarang penyebaran ideologi anti Pancasila. Lebih baik
mencegah daripada mengobati luka akibat kelalaian kita memastikan rasa
aman dan nyaman bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Tren terorisme
juga mengalami pergeseran, khususnya terorisme siber.
“Semua unsur-unsur keamanan, mesti menghadirkan formula yang tepat
untuk mengatasi ancaman terorisme siber secara komprehensif. Terutama
juga membangun kontra narasi terhadap kampanye khilafah dari bekas
pentolan HTI tadi,” pungkasnya.