Jakarta – Beredarnya banyak informasi bohong (hoax) yang menyebar secara cepat memenuhi ruang publik pembicaraan masyarakat. Intensitas pembicaraan semakin meningkat jelang momentum Pilkada, lantaran ada aspek kalah menang.
“Ada aspek mengunggulkan dan merendahkan dalam materi informasi palsu dalam proses Pilkada,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz dalam keteranganya di Jakarta, Kamis (2/1/2017).
Dengan tanpa klarifikasi dan verifikasi, Informasi palsu tersebut disebar kembali apabila sesuai dengan pilihannya, dan akan direspon dengan materi berita bohong lainnya jika menerima informasi yang tidak sesuai dengan pilihan hatinya. Perbincangan di grup pesan singkat dan media sosial adalah wujud kemandirian berpendapat dan eksistensi pilihan pribadinya.
Dengan demikian, lanjut Masykurudin, sesungguhnya informasi palsu adalah alat kampanye terselubung tetapi tidak ada manfaatnya. Pemberitaan bohong tidak secara langsung dapat mempengaruhi pilihan karena memilih dalam Pilkada didasarkan pada informasi yang jelas, verifikatif dan subtansial.
“Yang terjadi, berita bohong justru meningkatkan sentimen masyarakat pemilih. Perbincangan sosial dalam hal Pilkada dengan materi berita palsu hanya menghasilkan emosi pengirim dan penerima. Tidak berpengaruh apapun terhadap peningkatan elektabilitas dari praktik tersebut,” jelasnya.
Oleh karena itu, peringatan bagi siapapun untuk mengalihkan perbincangan dari materi negatif penuh kebohongan dan kebencian kepada materi yang lebih positif dan mendidik masyarakat pemilih.
“Masih banyak pemilih yang belum yakin benar untuk hadir ke TPS dan menentukan pilihan. Kelompok ini yang perlu diberikan informasi secara benar dan subtansial, bukan dengan berita bohong tanpa sumber,” pungkas Masyikyrudin. (YN)