Jakarta – Hoax (berita bohong) benar-benar merajalela di awal masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Tidak hanya ‘perang’ hoax antar para pendukung calon presiden (capres), bahkan bencana alam pun tidak luput dari sasaran hoax. Ironisnya, hoax itu tidak hanya dilakukan secara tertutup, tetapi dilakukan secara terbuka seperti super hoax yang dilakukan salah satu tim sukses salah satu capres, Ratna Sarumpaet.
Kondisi ini harus segera diantisipasi, bahkan kalau bisa dihentikan. Masyarakat juga harus disadarkan tentang bahaya hoax yang sudah menyebar secara masif terutama melalui sosial media.
“Kita harus bisa lebih cermat dalam menerima informasi, sehingga tidak dengan mudah percaya begitu saja. Analoginya seperti orang yang terkena berbagai macam kuman dan bakteri, maka orang itu harus memperkuat daya tahan tubuh. Begitu juga dengan hoax, semakin sering mendapat hoax maka kita juga harus meningkatkan daya tahan dan pikiran terhadap hoax,” ujar Aktivis Media Sosial dan Blogger, Enda Nasution, di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Menurutnya, dengan maraknya hoax, masyarakat kita akan sangat dirugikan. “Kerugian masyarakat tentu karena waktu dan energi yang habis untuk membahas sesuatu yang tidak perlu. Masyarakat juga kehilangan kepercayaan. Dan ang ditakutkan malah dengan adanya hoax tersebut justru menimbulkan perpecahan di antara kita,” katanya.
Untuk menghentikan hoax, lanjut Enda, harus ada dorongan dari diri masing-masing masyarakat. Karena manusia itu secara sadar mengerti bahwa informasi yang beredar terutama di sosial media itu tidak bisa langsung dipercaya 100 persen.
“Seringkali informasi yang beredar itu sengaja disebarkan atau sengaja dibuat untuk memanipulasi emosi kita, sehingga kita ikut menyebarkannya lagi. Dengan kesadaran itu, tentunya kita harapkan tidak meluas penyebaran hoax berikutnya,” ujar pria yang juga dijuluki Bapak Blogger Indonesia ini.
Dirinya menilai, dengan adanya hoax yang terkait dengan bencana alam dirinya mendicurigai ada kelompok yang ingin memperkeruh keadaan dan mendeskreditkan pemerintah. “Sementara hoax yang dilakukan Ratna Sarumpaet tentunya kasus masih berkembang kembali. Karena dicurigai ada motif politik yang lebih besar dibelakangnya. Hoax-hoax ini kalau dibiarkan akan membuat masyarakat kita menjadi carut marut,” ujarnya
Lebih lanjut Enda mengimbau agar masyarakat dapat menjalani hari-harinya tanpa hoax. Caranya dengan tidak mudah percaya berita begitu saja, serta mengedepankan verifikasi dan tidak mudah menyebarkan hoax.
Pasalnya, dengan makin sadar baik tingkat kesadaran literasi digital masyarakat makin tinggi, maka setidaknya masyarakat akan tahu terhadap berbagai jenis informasi yang beredar.
“Dengan begitu masyarakat bisa tahu dan makin sensitif terhadap hoax. Misalnya, kalau terlalu tendensius, terlalu sensasionalm atau terlalu too good to be true maka kemungkinan besar itu hoax. Oleh karena itu biasakan untuk mendapatkan sumber informasi dari beberapa sumber sebelum kita bisa memastikan apakah informasi tersebut benar, akurat dan berdasarkan fakta atau tidak,” kata alumni Teknik Sipil ITB ini
Untuk itu, menurutnya, perlu adanya peran pemerintah dan aparat penegak hukum menyikapi hoax yang muncul di media sosial Pemerintah dan aparat penegak hukum dinilai mempunyai otoritas dan tanggung jawab lebih untuk memberikan verifikasi terhadap hoax.
“Sangat diharapkan tentunya peran aktif pemerintah dan aparat penegak hukum bukan hanya pada menindak mereka yang menyebarkan hoax secara sengaja, tapi juga untuk mengklarifikasi informasi-informasi yang beredar. Selain masyarakat itu sendiri yang melakukan klarifikasi sehingga hari-hari kita benar-benar bebas dari hoax atau hoax free day,” ucapnya
Ia menegaskan, masyarakat harus bisa membedakan mana informasi yang beredar melalui sosial media dan juga melalui media mainstream. Masyarakat harus sadar bahwa internet dan sosial media ini adalah sebuah media informasi yang terbuka, cepat bergerak dan tidak ada satu otoritas yang menjadi sumber informasi utamanya. Sementara media mainstream berperilaku sebagai produsen informasi dan memiliki audience yang berfungsi sebagai konsumen informasi.
“Di media sosial siapapun bisa membuat informasi, siapapun juga bertindak sebagai pengkonsumsi informasi itu. Oleh karena itu informasi bisa jadi sangat luas, tapi tingkat kebenaranya harus kita pertanyakan terlebih dahulu sebelum kita percaya informasi yang beredar lewat media sosial. Kalau masyarakat kita memiliki kesadaran tinggi, tentu tidak mudah termakan hoax dan tidak mudah untuk ikut menyebarkan,” kata pria yang juga koordinator Gerakan #BijakBerSosmed ini.
Enda mengaku mendukung penuh kampanye Hoax Free Day yang dapat juga dilakukan oleh berbagai komunitas dan gerakan seperti ada Mafindo, Siberkreasi, #BijakBerSosmed agar masyarakat Indonesia semakin sadar dan paham dalam menerima segala informasi.