Jakarta – Maraknya penyebaran berita bohong (hoax atau fake news) di media sosial mengundang reaksi berbagai kalangan, salah satunya Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) M Kholid Syeirazi.
Menurut M Kholid, maraknya penyebaran hoaks telah secara nyata mengancam tertib sosial. Hoaks yang ada dan paling berbahaya menurutnya adalah hoaks yang bermotif ideologis yaitu radikalisme agama.
Hal ini dikatakannya dalam seminar bertajuk Peran Generasi Islam Menyambut Pemilu Damai tanpa Hoaks dan Radikalisme di kampus Perguruan Tinggi Ilmu AL-Qur’an (PTIQ), Jakarta, seperti dikutip Kompas.com, Selasa (4/12/2018).
Kholid menjelaskan bahwa hoaks berkembang akibat revolusi digital yang membuat setiap orang dapat sekaligus menjadi produsen dan konsumen berita. Perangkat modern teknologi tanpa kultur literasi membuat orang mudah membagikan berita bahkan tanpa membaca isinya.
Baca juga : Relawan Perdamaian di Dunia Maya Penting Untuk Menjaga Persatuan Bangsa
“Studi Central Connecticut State University tentang World’s Most Literate Nations tahun 2017 menempatkan peringkat Indonesia ke-2 dari bawah dari segi literasi. Dari 62 negara yang disurvei, Indonesia ranking ke-61 di atas Botswana. Peringkat teratas ditempati negara-negara Scandinavia,” ujar Kholid.
“Tidak heran kalau mayoritas penyebar hoaks adalah ibu-ibu rumah tangga. Ponselnya pintar, tetapi orangnya tidak. Namun, trend ini bisa diterapi dengan literasi digital. Yang agak berat adalah motif komersial. Orang cari makan dengan memproduksi konten-konten provokatif, sensasional, dan gosip murah. Tujuannya oplah melalui klik dan share,” tambahnya.
Tetapi yang paling berbahaya, menurut Kholid, adalah yang bermotif politis ideologis, yaitu anggapan bahwa Indonesia ini kawasan perang (dâr al-harb).
“Dalam Islam, hukum perang membolehkan dusta dan tipu daya berdasarkan hadis al-harb khud’ah (perang itu tipu daya). Motif ideologis ini berakar kuat pada gerakan fundamentalisme agama yang ingin merubah Indonesia menjadi negara Islam,” terangnya.
Dia memberi contoh di zaman dulu Komando Jihad, penerus gerakan DI/NII Kartosoewirjo, aktif sekali menyebarkan hoaks sekitar tahun 70-an. Isunya hampir sama dengan saat ini yakni masalah agama dan komunisme.