Jakarta- Ancaman terorisme yang paling berat sebenarnya bukan serangan kekerasan, tetapi penyebaran paham dan pesan radikal. Sebaran ideologi teror ini saat ini telah memasuki berbagai lini kehidupan masyarakat.
” Tidak ada masyarakat yang imun dari virus radikalisme, orang tua, remaja bahkan anak usia dini bisa menjadi radikal karena penyebaran paham radikal yang bisa memanfaatkan ruang sosial, pertemanan, sekolah bahkan rumah ibadah.” tegas Direktur Pencegahan BNPT, Brigjend Pol Hamli dalam kegiatan Rapat Koordinasi Pengelolaan Masjid Gedung Perkantoran dalam rangka Pencegahan Radikal Terorisme di Jakarta, (18/09/2018).
Kegiatan ini diinisiasi oleh BNPT untuk memberikan informasi kepada pengelola masjid di lingkungan perkantoran swasta terkait ancaman terorisme. Menurut Hamli pengelola masjid harus bisa memahami dan mengenali ciri kelompok dan pesan radikal agar rumah ibadah tidak mudah terinfiltrasi paham radikal.
Terorisme saat ini harus dipahami tidak hanya pada aspek ancaman fisik, seperti kekerasan dan bom teror. Justru menurut Hamli yang penting diperhatikan hari ini adalah pemahaman dan pandangan radikal yang mudah menyerang masyarakat.
“Salah satu pemanfaatan penyebaran ideologi radikal itu disusupi melalui rumah ibadah seperti masjid, karena itulah saya meminta para pengelola masjid di perkantoran ini bisa aware dan peduli, kami bersedia melakukan asistensi terhadap persoalan ini.” ungkap Hamli.
Lebih lanjut, Hamli, mengharapkan kepada para pengelola masjid di lingkungan perkantoran untuk melakukan screening pemahaman dan rekrutmen terhadap para calon khatib dengan ketat dan bijak. Selain itu, modus penyebaran bacaan dan bulletin Jumat di masjid-masjid harus diperhatikan perizinannya.
Hadir pula sebagai narasumber Direktur Urusan Agama Islam, Kementerian Agama, Dr. Juraidi, MA yang menegaskan pentingnya posisi masjid bagi umat Islam. Masjid bagi umat Islam tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi tempat pengajaran dan pendidikan.
Persoalannya saat ini masjid yang sudah menempati posisi strategis, menurut Juraidi, kerap menjadi tempat untuk menyampaikan sesuatu yang tidak pantas dan bahasa yang tidak sopan. Karena itulah, masjid harus dikembalikan ke fungsinya sebagai media pencerahan bagi umat Islam bukan untuk memecah belah masyarakat.
Pembicara ketiga dari Dewan Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Agus Muhammad, yang menyampaikan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 masjid lembaga dan BUMN. Hasil dari penelitian yang dilakukan selama 4 Minggu ini memang sangat mencengangkan. Hampir 41 masjid dianggap radikal dari segi konten.
“Intinya begini, jika masjid lembaga dan BUMN yang masuk radar pemerintah saja bisa terinfiltrasi bagaimana dengan masjid perkantoran swasta? Ini tentu saja menjadi warning bagi kita bersama.” tegas Agus.
Fenomena radikalisasi di masjid memang harus menjadi perhatian. Menurut Agus fenomena konflik di Timur Tengah juga salah satunya berawal dari masjid. Masjid menjadi sarang provokasi kepada publik.