Jakarta – Eksploitasi agama untuk kepentingan politik yang menggiring terciptanya sentimen SARA berpotensi besar memecah belah persatuan NKRI. Karena itu, hal-hal berbau SARA, hoax, ujaran kebencian (hate speech), dan narasi kekerasan harus dihindari saat bangsa Indonesia terlibat eforia demokrasi yaitu Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019.
Karena itu, masyarakat harus lebih pintar dan dewasa dalam menyikapi pelaksanaan Pilkada Serentak ini, terutama saat kampanye. Apalagi media sosial masih terus dipakai sebagai alat kampanye baik itu kampanye positif maupun kampanye hitam, juga provokasi dengan ujaran kebencian, serta hoax yang bisa memicu terjadinya anarki sosial.
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga mantan Ketua Komnas HAM, DR. HM. Imdadun Rahmat, S.Ag, M.Si, mengatakan bahwa media sosial selama ini bisa dikatakan sebagai alat komunikasi yang sangat efektif dan punya pengaruh dan implikasi yang serius di tengah masyarakat.
“Penggunaan media sosial harus sangat hati-hati karena bisa berimplikasi sosial dan bisa juga berimplikasi pada hukum. Untuk itu masyarakat sebaiknya berhati-hati dalam menggunakan media sosial, jangan sampai tersandung masalah terkait dengan ketidak hati-hatian dalam menggunakan media sosial yang dapat merugikan banyak pihak,” ujar Imdadun Rahmat, saat ditemui di Jakarta, Senin (15/1/2018).
Dikatakan pria yang juga Direktur Eksekutif Said Aqil Siradj (SAS) Institute ini, di tahun 2018 sebaiknya seluruh elemen masyarakat membuat itikad ataupun membuat tekad untuk sehat bermedia sosial. Jangan sampai justru berkontribusi negatif terhadap kehidupan bersama di tahun yang akan datang yang dapat menimbulkan perpecahan di seluruh lapisan masyarakat.
“Apalagi tahun 2018 ini bisa dikatakan sebagai tahun politik, dimana banyak event persaingan politik terkait kontestasi perebutan jabatan-jabatan baik di pimpinan kabupaten/kota maupun pimpinan di tingkat provinsi yang bisa jadi akan merangsang atau menarik orang untuk menggunakan media sosial sebagai alat untuk meraih kemenangan,” ujarnya
Pria yang juga Wakil Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) ini mempersilahkan kepada masyarakat luas memanfaatkan media sosial untuk berkampanye dalam menyampaikan visi-misinya dan menyampaikan hak-hal positif dari sang. Namun masyarakat diimbau untuk menghindari penggunaan media sosial untuk menyebarkan hal negatif seperti fitnah, adu domba, hoax, atau menyebarkan provokasi untuk membenci kelompok tertentu maupun melakukan kekerasan terhadap kelompok tertentu.
“Ini harus banar-benar dihindari, bukan saja karena undang-undang kita melarang hal tersebut, tetapi norma sosial maupun norma agama juga melarang hal tersebut. Jadi menyebarkan fitnah itu haram hukumnya. Menyebarkan berita bohong itu juga haram hukumnya, menjelek-jelekkan orang tanpa dasar fakta yang benar itu juga haram hukumnya,” kata pria kelahiran Rembang, 6 September 1971 ini.
Sebagai pegiat HAM dirinya, ia mengatakan dalam norma HAM juga telah melarang mengenai menyebarkan hoax ataupun membuat dan menggiring masalah politik ke SARA seperti tindakan memprovokasi kekerasan, mengobarkan kebencian ataupun mengobarkan perang. Hal tersebut tertuang dalam pasal 22 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) yang secara jelas telah melarang hal tersebut dan juga termasuk pelanggaran HAM. Meski bukan dikategorikan sebagai pelanggaran berat, tapi semua pelanggaran HAM adalah suatu masalah serius.
“Karena dampaknya jika berlangsung hate speach (penyebaran ujaran kebencian), penyebaran provokasi, kekeraan terhadap kelompok tertentu maka akan ada korban persekusi. Oleh karena itu memang ujaran kebencian, penyebaran mengenai penggunaan fitnah, provokasi, kekerasan, penyebaran berita bohong atau hoax, adu domba itu dilarang di dalam HAM. Dan itu adalah pelanggaran HAM juga,” ujar peraih gelar pasca sarjana dari Universitas Indonesia ini
Pria yang juga pernah menjadi Wakil Sekjen PB Nahdatul Ulama (NU) ini juga mengajak rekan-rekan aktivis para pegiat HAM untuk terus menerus memberi penyuluhan kepada masyarakat agar berhenti menggunakan media sosial secara negatif. Dirinya meminta masyarakat untuk menjadikan media sosial sebagai kampanye positif untuk persatuan, kerukunan, hidup damai dan penghargaan terhadap keseluruhan umat manusia tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras termasuk keyakinan politiknya
“Oleh karena itu sebaiknya kita harus bisa arief di dalam menggunakan media sosial. Jadi berkontribusilah positif bagi kehidupan bangsa ini agar baik kedepan agar kita bisa hidup rukun, damai, tenteram tanpa ada konflik, tanpa ada permusuhan, tanpa ada kebencian dan kita bisa mengembangkan kehidupan yang harmoni di tengah Kebhinnekaan yang kita miliki,” ujar Imdadun Rahmat.