Jakarta – Bulan Ramadan 1445 Hijriah akan segera berakhir. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadan tahun ini meninggalkan kesan mendalam tentang kuatnya rasa toleransi antar agama di Indonesia. Ramadan tidak hanya menjadi perayaan umat Islam saja, namun banyak serangkaian acara mulai dari sahur hingga berbuka puasa juga ikut diramaikan oleh umat lainnya.
Membahas tentang keberkahan bulan puasa dan keutamaan zakat fitrah bagi mereka yang menjalankan, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ahmad Zubaidi, menceritakan tentang cairnya hubungan antar masyarakat saat Ramadan.
“Dalam konteks keragaman agama dan budaya di Indonesia, serta terkait dengan toleransi lintas agama, menurut saya selama bulan Ramadan ini luar biasa. Kita lihat sendiri ada fenomena war takjil yang secara langsung mendorong adanya interaksi antar masyarakat. Di banyak lingkungan perkantoran pun demikian, banyak yang difasilitasi untuk berbuka puasa bersama oleh perusahaannya walaupun pimpinannya bukan muslim,” ujar Kiai Zubaidi di Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Kiai Zubaidi bercerita bahwa dirinya pernah diundang untuk menghadiri acara buka puasa bersama yang diselenggarakan oleh sebuah perusahaan yang dimiliki oleh non-muslim. Hal yang berkesan adalah ketika mereka semua, terlepas apapun agama ataupun tingkat jabatan yang diembannya, ikut serta mendatangi acara buka puasa bersama itu.
Para karyawan telah bersiap sebelum waktu maghrib tiba. Tampak ekspresi kebahagiaan dari mereka yang mendatangi rangkaian acara tersebut. Ketika azan magrib berkumandang, semuanya ikut serta menyantap hidangan yang ada, termasuk yang non-muslim juga ikut berbuka. Menurut KH. Zubaidi, saat itu ia menyaksikan sebuah fenomena yang luar biasa.
“Artinya bahwa di negara kita ini memang sungguh luar biasa kehidupan toleransi antar agamanya. Umat islam yang berpuasa bisa menghormati yang non-muslim, begitu pun sebaliknya, yang non-muslim juga bisa menghormati yang mereka yang berpuasa,” terangnya.
Ulama yang sering menyerukan kerukunan lintas iman ini juga bercerita tentang kehidupan bertetangganya dengan warga yang berbeda agama. Ada tetangganya yang non-muslim dan rumahnya terletak persis di samping masjid yang sering dikunjungi oleh KH. Zubaidi.
Ia menyebutkan, walaupun bukan beragama Islam, tetangganya ini sangat rajin sekali membersihkan masjid, apalagi di bulan Ramadan yang banyak kegiatan keagamaan. Selain itu, tetangganya ini juga aktif menawarkan diri untuk membantu membersihkan masjid jika ingin digunakan untuk ibadah salat Jumat.
“Berkaca dari berbagai kejadian yang membuat saya yakin tentang luar biasanya persatuan bangsa Indonesia ini, kita bisa simpulkan bahwa sebenarnya pada tataran masyarakat umum tidak ada masalah yang berarti. Tidak ada gesekan ataupun saling curiga, karena masyarakat kita terbiasa untuk hidup saling berdampingan,” tegas KH. Zubaidi.
Demi menjaga keberlangsungan lingkungan masyarakat yang damai dan toleran, ia juga menghimbau untuk tetap waspada pada gerakan yang menyerukan ideologi atau pemahaman transnasional, yang biasanya menyelipkan aspek intoleransi dalam dakwah agamanya.
Selain itu, KH. Zubaidi menerangkan tentang esensi ibadah zakat fitrah dan zakat mal, yang biasanya dilakukan umat Islam ketika bulan Ramadan. Pada pemanfaatannya, zakat dalam Islam ternyata memiliki aspek kepedulian yang sangat luas dan tidak dibatasi oleh dinding-dinding keagamaan.
Menurutnya, Islam adalah ajaran yang membawa rahmat bagi seluruh alam, dan ini ditunjukkan dengan penyaluran zakat yang tidak hanya khusus bagi sesama umat Islam saja. Walaupun beberapa ulama berbeda pandangan tentang ini, ada beberapa ahli tafsir dan ulama yang membolehkan zakat untuk disalurkan pada selain umat Islam, selama mereka memang dianggap sangat membutuhkan bantuan.
Zakat fitrah juga dianggap sebagai penyempurna amalan puasa di bulan Ramadan. KH. Zubaidi berpendapat, jika dengan berzakat seseorang bisa mendapatkan kembali fitrahnya, maka yang selanjutnya perlu dilakukan adalah mempererat tali persaudaraan diantara sesama manusia.
Dengan begitu, umat Islam di Indonesia tidak hanya siap untuk mengokohkan persaudaraan pada sesama muslim atau ukhuwah islamiah, tapi mereka juga siap menguatkan persaudaraan sebangsa dan setanah air atau ukhuwah wathaniyah.
“Lebih jauh lagi, kita juga menjadi lebih siap dalam merajut persaudaraan dengan sesama anak manusia, atau yang biasa disebut dengan ukhuwah basyariyah. Mudah-mudahan dengan semangat kemanusiaan yang menggelora, perayaan idul fitri ini akan menjadikan kehidupan kita semakin bahagia, sejahtera, tentram dan semakin damai,” tandas KH. Zubaidi.