Jakarta – Hijrah adalah transformasi dari hal-hal negatif ke positif dalam membangun bangsa Indonesia yang kuat dan mandiri. Hijrah juga bisa diartikan meninggalkan sesuatu yang sifatnya buruk ke sesuatu yang lebih baik.
“Transformasi dari kondisi negara yang sulit untuk menjadi negara yang lebih baik. Itu sesuai dengan nilai-nilai yang diambil dari peristiwa hijrah Rasulullah Nabi Muhammad SAW saat pindah dari Mekah ke Madinah,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasarudin Umar, MA di Jakarta, Kamis (29/9/2016).
Pernyataan ini diungkapkan dalam menyambut Tahun Baru Hijriyah 1438 H yang akan jatuh pada hari Minggu, 2 Oktober 2016 mendatang. Nasarudin menggarisbawahi bahwa dalam konteks perjuangan, dalam Al Quran disebutkan hijrah lebih dulu, baru kemudian jihad. Penegasan ini dilakukan untuk meluruskan pengertian hijrah dan jihad yang telah diselewengkan kelompok radikal terorisme.
“Tidak pernah jihad dulu baru hijrah. Jadi kalo kita ini memang berjuang ya perjuangan pertama adalah hijrah. Kalau tidak mempan dengan hijrah baru kita jihad. Kalau pun berjihad, jihadnya itu (wajahidu bin amwalik wa anfusikum) harta dulu baru jiwa. Jadi hijrah dulu baru jihad dalam berjihad, jihad harta dulu baru nyawa dan jihad itu untuk menghidupkan bukan untuk mematikan,” papar mantan Wakil Menteri Agama Republik Indonesia ini.
Seperti diketahui, kelompok radikal ISIS menggunakan hijrah dan jihad untuk menarik pengikutnya untuk pergi ke Suriah untuk mendirikan khilafah ditambah iming-iming hidup yang lebih sejahtera. Padahal faktanya, di Suriah, mereka menghadapi kondisi darurat perang.
Menurut Nasarudin Umar, pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, termasuk ratusan WNI yang pergi ke sana, sama saja dengan menceburkan diri kedalam kebinasaan. Ia mengumpamakan langkah itu sama saja dengan menggarami air laut. “Jangan-jangan nanti di sana malah justru setor nyawa,” tukas Nasarudin Umar.
Ia menyarakan dan mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk berjihad di tanah air yang dinilainya lebih strategis ketimbang harus berperang di Suriah. Ia mengungkapkan terlalu banyak orang di sana yang tidak tahu ujung pangkal dan ideologinya. Lebih baik berjihad di tanah air karena masih banyak fakir miskin yang harus diangkat martabatnya dan masih banyak kebodohan yang perlu harus dipintarkan.
Karena itu untuk memaknai hijrah, Nasarudin Umar meminta para generasi muda untuk meninggalkan kebiasaan buruk yang tidak produktif untuk hijrah kepada kebiasaan baru yang lebih produktif. Apalagi di era persaingan global saat ini, bangsa Indonesia perlu menciptakan kapasitas dan karakter bangsa yang mumpuni serta mempunyai daya tahan dari pengaruh negatif dari luar. Selain itu, harus bisa meningkatkan kualitas diri dalam menghadapi persaingan di masa depan. Tanpa talenta yang cukup, ia khawatir bangsa Indonesia akan menjadi penonton di masa depan.
“Saya menghimbau kepada para generasi muda sekarang ini mari kita hijrah dari sebuah masa yang sekarang ini kepada sebuah masa depan yang lebih kondusif dan lebih produktif dan lebih kompetitif,” pungkas Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini.