Jakarta – Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah dan institusi terkait segera melakukan tindakan cepat dalam menanggapi temuan Pegawan Negeri Sipil (PNS) Anti Pancasila dan masjid yang terpapar radikalisme. Ini penting agar kedua masalah itu tidak berkembang menjadi kekuatan yang bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Pemerintah harus segera merumuskan langkah-langkah strategis untuk merespons dan tak membiarkan dua hal itu. Ini penting agar pemerintah tidak kecolongan,” tegas Bamsoet, panggilan karibnya, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (19/11/2018).
Seperti diketahui, dari sebuah survei didapat fakta mencengangkan bahwa 19,4 persen Pegawan Negeri Sipil (PNS) menolak ideologi Pancasila. Fakta ini membuat banyak terpihak tercengah. Bamsoet menilai, adanya PNS yang menolak Pancasila karena ada kelemahan dalam perekrutan Aparatur Sipil Negara (ASN) di masa lalu. Karena itu, Bamsoet, panggilan karibnya, meminta ada perbaikan dalam tes perekrutan PNS.
Baca juga : Kapolri: Satuan Penindak Terorisme adalah Brimob Bukan Densus 88 Antiteror
“Temuan 19,4 persen PNS yang menolak ideologi Pancasila sangat mengejutkan. Temuan ini menggambarkan bahwa masih ada kelemahan dalam proses rekrutmen PNS di masa lalu. DPR berharap kelemahan dalam sistem rekrutmen PNS segera diperbaiki,” kata .
Sebelumnya, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Mayjen (Purn) Soedarmo menilai penolakan terhadap ideologi Pancasila ini telah menyebabkan penurunan ketahanan nasional. Dari data Kemendagri itu merujuk pada hasil survei dari lembaga Alvara Strategi Indonesia yang terbit pada Oktober 2017. Isinya menyatakan bahwa 19,4 persen PNS menyatakan tidak setuju dengan Pancasila, dan lebih percaya dengan ideologi khilafah.
Selain persoalan PNS anti Pancasila, Bamsoet juga menyoroti temuan Badan Intelijen Negara (BIN) yang menyatakan 41 dari 100 masjid di kementerian, lembaga negara, BUMN, terpapar radikalisme. Rinciannya 11 masjid di kementerian, 11 masjid di lembaga, dan 21 masjid milik BUMN.
Sebelumnya, hasil survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan, pada 29 September hingga 21 Oktober 2017, menyebut ada 41 masjid lembaga pemerintah di Jakarta yang terindikasi terpapar paham radikal.