Victoria – Seorang mahasiswi asal Bangladesh memilih tetap duduk. Padahal hakim memerintahkannya untuk membuka cadarnya, agar wajahnya tampak di pengadilan.
Momena Shoma (25), muncul di Mahkamah Agung Victoria pada Kamis (20/9), dan mengaku bersalah telah menikam bapak indekosnya di Melbourne pada Februari lalu.
Wanita muda itu baru sepekan di Melbourne, sebelum ia menikam Roger Singarevelu di leher. Ia menancapkan pisau sepanjang 25 cm ke leher Singarevelu, saat ia tidur di dekat putrinya yang masih kecil.
The Herald Sun melaporkan, begitu Shoma tiba di pengadilan, ia dipaksa untuk melepaskan niqabnya dan menunjukkan wajahnya.
Ia diberitahu untuk menanggalkan pakaian, saat memasuki pengadilan dan mengkonfirmasi identitasnya.
Namun ketika diminta untuk berdiri saat Hakim Elizabeth Hollingworth memasuki pengadilan, Momena Shoma menolak dan tetap duduk.
Ini bukan pertama kalinya mahasiswa itu menolak untuk berdiri, karena The Australian melaporkan bahwa pada Juli lalu Shoma juga menolak untuk menghormati Hakim Sarah Dawes.
Shoma memang mengaku bersalah karena sengaja terlibat dalam aksi teroris. Ia ikut aksi teroris karena ingin memajukan tujuan politik, agama atau ideologis, yaitu jihad kekerasan.
“Tindakan itu menyebabkan kerusakan serius yang membahayakan fisik Roger Singaravelu dan membahayakan nyawanya,” kata dakwaan resmi.
“Tindakan itu bukan advokasi, protes, perbedaan pendapat atau aksi industri.”
“Alternatifnya, jika tindakannya adalah advokasi, protes, perbedaan pendapat atau aksi industri, itu dimaksudkan untuk menyebabkan kematian seseorang,” lanjut dakwaan resmi
Setelah serangan itu, Shoma mengatakan kepada polisi bahwa ia melakukan perjalanan ke Melbourne dengan tujuan melakukan serangan teroris atas nama kelompok Islamic State (ISIS).
“Aku harus melakukannya … itu bisa siapa saja … dia hanya tampak seperti sasaran yang sangat mudah,” Shoma memberitahu polisi tentang serangan itu.
“Saya harus memaksakan diri. Aku bahkan tidak akan menyakiti tikus … Aku hanya merasa jika aku tidak melakukannya, aku akan berdosa, aku akan dihukum oleh Allah,” sambungnya.
Dikatakannya juga, meskipun ia tidak bisa membaca atau menulis bahasa Arab, ia mendapat kesan bahwa ISIS ingin perempuan berjuang untuk mereka.
Shoma juga mengatakan bahwa ia mendapat perintah dari pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
Sementara itu, dari pihak korban, Singaravelu menggambarkan serangan itu sangat mengerikan. Saat itu, katanya, dirinya tersentak bangun oleh rasa sakit yang sangat di lehernya. Saat ia membuka mata, mahasiswi Bangladesh itu telah berlutut di sebelahnya.
“(Ia) memiliki penampilan yang intens. Matanya sangat intens. Dia mengatakan ‘Allahu Akbar’, dia terus mengatakan ini berulang-ulang,” kata korban kepada polisi.
Singaravelu mendorong gadis itu, menarik pisau dari lehernya dan melarikan diri dengan putrinya.
Hakim Hollingworth memerintahkan Shoma kembali ke pengadilan pada Januari 2019 untuk pengiriman hukuman dan menghadapi hukuman maksimal penjara seumur hidup.